TEMPO.CO, Subang -Hujan deras diselingi petir tak menyurutkan ribuan massa Aliansi Buruh Subang, Jawa Barat, yang tengah menuntut kenaikan UMK 2014 sebesar Rp 2,2 juta. Ribuan massa buruh, mayoritas kaum hawa, yang terkonsentrasi di Alun-alun Benteng Pancasila yang bagian luarnya diamankan pagar kawat baja berduri tersebut bahkan mampu memanfaatkan "kelengahan" puluhan polisi yang tengah berteduh di kompleks kantor Bupati.
Mereka mendorong gerobak kawat berduri dari arah selatan sampai ke depan pintu gerbang Alun-alun. Akibatnya, massa buruh yang semula tak bisa keluar dari Alun-alun kemudian berhamburan ke luar. "Mana bupati, mana bupatinya," teriak massa perempuan serempak sambil diiringi tempik sorak kawan-kawannya. "Yang mau memperjuangkan Rp 2,2 juta jangan pernah surut oleh hujan dan petir," teriak seorang buruh di atas kendaraan terbuka.
Tapi, perjuangan keras para buruh tersebut harus dibayar dengan kekecewaan. Sebab, sejam kemudian, Wakil Ketua Dewan Pengupahan Kabupaten Subang, Soetedjo, mengumumkan hasil rapat maraton soal penetapan UMK, bahwa UMK Kabupaten Subang 2014 besarnya Rp 1.355.745, naik 28,8 persen dibanding UMK 2013.
Sedangkan untuk upah buruh perusahaan padat modal, ditetapkan Rp 1,6 juta. "Penetapan UMK dilakukan dengan cara voting anggota DPK. Hasilnya, 12 orang setuju dan 11 menolak," papar Soetedjo. Ia menyebutkan, kenaikan UMK 2014 sebesar 28,8 persen merupakan hal yang wajar. "Meski kami tetap tidak puas. Tapi, ini adalah demokrasi," tuturnya. Ia menyebutkan, saat voting dari 25 anggota DPK, dua tidak hadir yakni Ketua DPC Apindo Subang Cahyadi dan perwakilab BPS.
Terhadap keputusan UMK yang telah ditetapkan DPK tersebut, para buruh mengaku tidak puas. "Kenaikannnya terlalu kecil, kami jelas tidak puas," ujar Hendrik dalam orasi usai pengumuman UMK. Ribuan buruh pun langsung membubarkan diri dengan menggunakan sepeda motor dan dibawah guyuran hujan.
NANANG SUTISNA