TEMPO.CO, Roma - Pernah dimaki-maki penggemar AS Roma karena komentarnya dinilai tak berempati pada klub yang dia perkuat saat dikalahankan 1-0 oleh Lazio di final Piala Italia, Juli lalu, gelandang Miralem Pjanic tidak lantas meninggalkan Roma. Pada saat itu, gelandang berusia 23 tahun dari Bosnia-Herzegovina tersebut mengatakan ia tidak terpukul oleh kekalahan dari Lazio.
Pjanic justru tertantang untuk membuktian bahwa makian penggemar garis keras AS Roma keliru. Gelandang yang sempat bermain tidak konsisten semasa AS Roma dilatih Zdenek Zeman itu seperti terlecut semangatnya. Dia ingin membuktikan diri kepada para penggemar Roma.
Berselang beberapa bulan, mantan pemain Metz dan Lyon itu membuktikan kehebatannya. Para penggemar yang mencacinya di musim lalu, berbalik memuja dan menyanyikan pujian kepadanya seiring penampilannya yang konsisten bersama Roma musim ini.
Pjanic tidak tergantikan dalam sepuluh laga yang telah dijalani Roma di Seri A. Media olahraga berpengaruh di Negeri Pizza, La Gazzetta dello Sport, menyebutnya sebagai salah satu kunci yang membuat Roma dominan sejauh ini. "Namanya Pjanic, tapi terlihat seperti Tottic," tulis La Gazzetta. Penambahan huruf "c" di belakang Totti sendiri dimaksudkan La Gazzetta untuk memberi gambaran bahwa Pjanic adalah Totti yang berasal dari negeri Balkan, yang jamak menggunakan "c" sebagai huruf akhir namanya.
Pjanic juga berperan besar ketika Roma mengalahkan Chievo Verona 1-0 pada Jumat dinihari, 1 November 2013. Kemenangan itu membuat Roma melewati rekor sembilan kemenangan berturut-turut yang dibukukan Juventus pada musim 2005/ 2006.
FOOTBALL ITALIA | SKY SPORT | BBC | ARIE FIRDAUS