TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) mencatat nilai tukar petani (NTP) nasional Oktober 2013 sebesar 105,30 atau naik 0,71 persen dibanding bulan sebelumnya. "Kenaikan didorong oleh subsektor tanaman pangan sebesar 0,85 persen," kata Kepala BPS, Suryamin, saat dihubungi, Senin, 4 November 2013.
Selain di subsektor tanaman pangan, Suryamin menyatakan bahwa kenaikan nilai tukar petani juga terjadi pada subsektor hortikultura sebesar 0,51 persen, subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 0,74 persen, dan NTP subsektor peternakan sebesar 1,10 persen. Sebaliknya, NTP subsektor perikanan mengalami penurunan sebesar 0,26 persen.
Suryamin menjelaskan, nilai tukar petani adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani. Nilai tukar ini dibuat dalam bentuk persen. Bila nilai yang dihasilkan di atas 100 berarti nilai barang yang dihasilkan petani melebihi nilai konsumsinya. Angka ini merupakan salah satu indikator untuk melihat daya beli petani di pedesaan. "Maka, semakin tinggi nilai tukar petani, semakin kuat pula daya belinya," ujarnya.
Sepanjang Oktober 2013, nilai tukar petani di Provinsi Banten mengalami kenaikan tertinggi (1,55 persen) dibandingkan kenaikan NTP provinsi lainnya. Sebaliknya, pada NTP Provinsi Lampung terjadi penurunan terbesar (0,16 persen) dibanding penurunan NTP provinsi lainnya.
BPS juga mencatat, sepanjang Oktober 2013, terjadi inflasi daerah pedesaan di Indonesia sebesar 0,31 persen. "Kondisi demikian terjadi lantaran naiknya indeks kelompok makanan jadi serta kelompok kesehatan," kata Suryamin.
PINGIT ARIA