TEMPO.CO, Jakarta -Tepat tiga tahun lalu, pada 5 November 2010, erupsi Merapi merenggut nyawa hampir 300 warga di lerang gunung itu. Masyarakat dan pemerintah memperingati erupsi itu dengan menggelar gladi lapang dan apel siaga menghadapi erupsi beerikutnya.
"Memperingati erupsi tidak dengan tangisan, tetapi dengan kesiapsiagaan," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Syamsul Maarif, di sela-sela gladi di Tugu Ambruk, Petung, Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, Selasa, 5 November 2013.
Saat apel siaga di lerang Merapi itu, sebanyak 1.500 relawan mengikuti prosesi kesiapan. Kendaraan-kendaran penyelamatan seperti ambulans, pengangkut pengungsi, pengangkut logistik, tenda dan sebagainya melakukan simulasi menghadapi bencana erupsi.
Bahkan, simulasi itu juga mengantisipasi kemungkinan adanya tangan-tangan jahil yang memanfaatkan bencana sebagai ajang penjarahan harta benda masyarakat. Selain banyak pengungsi yang dievakuasi, ada juga maling yang ditangani aparat kemanan.
Menurut Syamsul, kesiapsiagaan menghadapi erupsi itu sangat perlu dilakukan. Sebab, Merapi punya siklus 4-5 tahunan mengeluarkan material yang sifatnya magmatis atau tergolong erupsi besar. Saat aktivitas gunung itu sangat tinggi, maka masyarakat yang berdampingan dengan Merapi harus mau berpindah tempat dan menyelamatkan diri.
"Itulah sifat alam, kalau Merapi sedang punya gawe, masyarakat harus memberi kesempatan dan pindah ke tempat yang aman. Kalau sudah reda silakan beraktivitas kembali," kata dia.
Kesiapsiagaan adalah ikhtiar