TEMPO.CO, Yogyakarta - Hanya enam dari 169 pasar tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta yang sudah memiliki peralatan penimbangan barang terstandardisasi. Keenamnya ialah Pasar Sambilegi di Kabupaten Sleman, Pasar Sentolo di Kabupaten Kulonprogo, Pasar Argosari di Kabupaten Gunungkidul, Pasar Imogiri di Kabupaten Bantul, serta Pasar Prawirotaman dan Pasar Lempuyangan di Kota Yogyakarta.
"Baru pasar-pasar ini yang memiliki sertifikat bertanda tera sah atau sistem alat penimbangan barang pedagangnya sudah terstandardisasi oleh Balai Metrologi," ujar Kepala Balai Metrologi Dinas Perindustrian DIY, Sudaryono, di sela pembukaan Forum Metrologi Legal Asia Pasifik ke-20 di Hotel Royal Ambarukmo, Kamis, 7 November 2013.
Baca Juga:
Sudaryono mengatakan, minimnya pasar tradisional yang memiliki predikat tertib ukur menandakan praktek kecurangan pedagang untuk mengakali pembeli masih banyak terjadi. “Padahal praktek memanipulasi berat barang merupakan salah satu penyebab kenaikan harga barang," ujar dia.
Kebanyakan praktek kecurangan di pasar tradisional, menurut Sudaryono, masih seputar memberi pengganjal di alat timbangan untuk menambah berat barang yang sebenarnya lebih ringan. “DIY masih butuh waktu lama untuk menjadi kawasan tertib ukur,” katanya.
Direktur Metrologi Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan, Hari Prawoko, mengatakan belum banyak pemerintah daerah memberi perhatian terhadap perbaikan sistem alat ukur di kawasannya. Menurut dia, baru ada tujuh kota di Indonesia yang berstatus tertib ukur. "Baru Batam, Surakarta, Singkawang, Balikpapan, Bontang, Tarakan, dan Mojokerto," ujar Hari.
Menurut Hari, sektor penting yang butuh standardisasi alat ukur di daerah ialah listrik, gas, air, dan pasar, serta perdagangan komoditas penting semacam minyak sawit. Dia berpendapat, penertiban alat ukur di pasar layak menjadi perhatian sebab praktek kecurangan penimbangan berpengaruh terhadap inflasi. "Akumulasi kecurangan dalam menimbang barang menyebabkan inflasi," ujar dia.
Bahkan dalam pertemuan ini dibahas soal pengukuran nilai pulsa yang dikenakan oleh provider terhadap pemakai frekuensi selulernya. "Selama ini pengukur pulsa belum ada, jadi metrologi bukan hanya bahas isu soal volume," kata Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krishnamurti.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM