TEMPO.CO, Jakarta - Bambang Esti Prasetyo duduk termenung di ruangan lebar dalam gedung opera Stadschouwburg di jalan Cenderawasih Kawasan Kota Tua di Kota Semarang. Berteman kopi dan rokok kretek, ia seakan menjadi meneer yang meratapi bisnis penyewaan sebuah gedung tua yang pernah menjadi ikon pertunjukan zaman kolonial itu.
"Masih sepi, apa lagi saat musim hujan dan rob seperti sekarang. Tak ada yang minat untuk menyewa," kata Bambang Esti Prasetyo.
Bisnis yang ia geluti hampir 10 tahun lalu itu, terhambat oleh genangan banjir dan luapan air laut atau rob. Tak heran banyak penikmat kota tua ataupun tamu yang hendak menggunakan gedung yang ia kelola enggan menyewa karena akses jalan tergenang air.
"Meski gedung tidak tergenang. Tapi para tamu yang telah survei membatalkan penyewaan karena saat musim hujan dan air pasang menutup akses jalan," kata Bambang menambahkan.
Luapan air hujan yang selalu terjadi setiap saat itu membuat ia dan sejumlah pelaku usaha di kawasan kota lama Semarang kesal. Meski sudah ada folder untuk mengurangi genangan, namun hambatan akibat luapan air itu selalu ada. Tak jarang pompa penyedot air macet hanya karena kendala solar atau kerusakan teknis akibat saat musim kemarau lupa tak dirawat.
Pada bulan ini hingga memasuki April tahun depan, bisnis penyewaan ruangan di gedung tua dipastikan sepi pengunjung. Jangankan pameran atau acara pesta pernikahan serta konser musik klasik, Bambang pun hanya mengandalkan sewa dari sejumlah fotografer pre-wedding yang rata-rata hanya dikenai uang sewa selama pemotretan Rp 100 ribu. "Mereka juga anak muda yang suka fotografi," katanya.
Keluhan yang sama juga dialami oleh Yanto, penjual barang antik di toko Siwil Art di kota lama Semarang mengeluhkan sepi pembeli barang jadul yang ia jajakan. "Sehari malah tak ada yang beli, kalau pun ada hanya satu dua orang," kata Yanto.
Ia tak memungkiri hambatan sepinya pengunjung akibat akses jalan ke kota lama sering terendam air. Kondisi itu membuat para pelancong yang kebetulan lewat Semarang lebih memilih jalan lain yang bebas dari genangan.
Dengan kondisi seperti itu, ia dan sejumlah pengguna gedung tua di Kota Semarang bersama komunitas seniman dan pecinta bangunan sejarah menggelar pameran. "Namun, hanya ramai saat pameran. Padahal, pameran hanyalah pengenalan dengan harapan bisa datang lain waktu," katanya.
Bagi para pelaku usaha di kawasan itu, hambatan utama adalah meluapnya air laut dan hujan. Tak jarang pemilik gedung meninggalkan sejumlah asetnya di bekas kawasan ekonomi Asia Tenggara itu. Bukti nyata adalah sebuah gudang di Kalibaru Barat nomor 15 yang dulunya gudang pangan dan rempah, kini nyaris tenggelam. Gudang tua bekas milik orang terkaya Asia asal Semarang Oei Tiong Ham itu tenggelam sedalam 1,5 meter. Padahal sebelumnya, pengelola telah menaikan gudang tua itu saat tenggelam 3,5 meter.
Baik Bambang maupun Yanto berharap ada perbaikan infrastruktur pengelolaan drainase dan pembuangan air. Keinginan itu wajar mengingat masalah utama di kawasan itu merupakan daerah paling rendah di Kota Semarang.
"Kalau jalan jangan ditinggikan, nanti gedung malah tengelam drainase saja diperbaiki dengan pengelolan yang baik," kata Bambang memberi saran.
EDI FAISOL
Baca juga:
Jakarta Gelar 'Kampung Betawi di Kota Tua'
Baru, Lesehan Buku di Malioboro Yogyakarta
Kota Malang Memiliki 25 Bangunan Cagar Budaya
Balikpapan Siapkan Desa Khusus Wisata