TEMPO.CO, Surabaya - Kepala Seksi Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Rohmadi, mengaku sudah mengajukan pencekalan terhadap tersangka Leo Pramuka, bekas Direktur Utama PT Garam (Persero). Tersangka Leo Pramuka berurusan dengan hukum terkait kasus dugaan korupsi penjualan aset tanah seluas 1,5 hektare milik PT Garam di Salemba, Jakarta.
Pencekalan, kata Rohmadi, untuk mengantisipasi tersangka lari ke luar negeri dan menghilangkan barang bukti. "Prosesnya sudah seminggu lalu," kata Rohmadi di gedung Kejati Jawa Timur, Jumat, 22 November 2013.
Rohmadi mengatakan, pihaknya masih mendalami 100 dokumen yang disita dari kantor PT Garam, Jalan Arif Rahman Hakim, Surabaya. Dari dokumen yang disita, tim penyidik merasa ada berkas yang kurang lengkap. Namun ia enggan menjelaskan rinci dokumen yang dimaksud.
Sebelumnya, Rohmadi berharap 100 dokumen baru itu bisa menguatkan status tersangka Leo Pramuka dan menjerat tersangka lain. Dokumen yang disita mencakup perjanjian BOT (built, operate, transfer) antara PT Garam dengan PT Simtex Wasindo Wangsatama, proses lelang, penilaian harga tanah, hingga pelepasan aset tanah dari Kementerian Keuangan.
Ia meluruskan, lelang berlangsung sebanyak enam kali. Pada lelang pertama, kedua, dan ketiga, PT Garam mengajukan penawaran Rp 51 miliar untuk tanah seluas 15.000 ribu meter persegi atau 1,5 hektare. Tahapan lelang keempat dan kelima, PT Garam menurunkan penawaran menjadi Rp 30 miliar. Adapun lelang keenam, harga tanah menjadi hanya Rp 20,5 miliar. Proses lelang dimulai sejak 2003, dan PT Simtex mengikuti proses lelang pertama hingga keenam.
"Masih ada dokumen yang kurang. Sesuai NJOP tahun 2003, harga tanah di Salemba itu Rp 2,5 juta per meter persegi. Artinya, harga jual seharusnya lebih dari Rp 20,5 miliar," ucap Rohmadi.
Kasus ini bermula dari penjualan lahan milik PT Garam kepada PT Simtex Wasindo Wangsatama pada 2005. PT Simtex adalah satu-satunya peserta lelang penjualan lahan yang digelar PT Garam untuk keenam kalinya. Lelang terpaksa digelar hingga enam kali karena harga jual yang ditetapkan PT Garam terlampau mahal.
Aset tanah seluas dua hektare itu diperkirakan bernilai Rp 54 miliar. Namun tanah hanya dijual Rp 19 miliar. Adapun PT Simtex sebelumnya terlibat kontrak perjanjian pengelolaan lahan itu sejak 1996. Perjanjian BOT dimulai pada 1996, namun efektif berlaku sejak 1999 hingga 20 tahun kedepan. Tahun 2003, PT Garam mulai menggelar tahapan lelang penjualan aset tanah dan dilepas pada 2005 seharga Rp 19 miliar. "Karena sejak tahun 1999 PT Simtex mulai bangun ruko dan disewakan. Jadi, BOT efektif berjalan sejak 1999," kata Rohmadi.
DIANANTA P. SUMEDI
Terpopuler
Ini Dia Orang Indonesia Paling Tajir
Disebut Bintang Porno, Marty: Mereka Putus Asa
Daftar Lengkap 50 Orang Indonesia Paling Kaya
Australia Umumkan Travel Warning ke Indonesia