TEMPO.CO, Atambua - Tentara Satuan Tugas Pengamanan Pulau Terdepan di wilayah Nusa Tenggara Timur mengalami krisis air bersih sejak tujuh tahun lalu. Hal ini terutama terjadi di Pulau Batek, pulau terdepan Indonesia, yang langsung berbatasan dengan wilayah Timor Leste dan Australia.
Pulau Batek yang luasnya kurang dari 3 hektare ini tak memiliki sumber air. Para tentara harus membeli air bersih dari masyarakat di Pulau Oseli dengan menempuh waktu perjalanan laut sekitar satu jam menggunakan perahu karet.
"Kami sudah minta bantuan pengadaan alat pengubah air laut jadi air tawar, tapi belum ada sampai sekarang," kata Komandan Satgas Pengamanan Pulau Terdepan, Letnan Kolonel Teddy Arifyanto.
Teddy mengklaim pasukannya tetap berupaya bertahan hidup dan menjaga kedaulatan Indonesia meski minim bantuan dari pemerintah. Komandan Batalyon Infanteri 744 Sapta Yudha Bhakti ini mengklaim tak ingin peristiwa pencaplokan pulau terdepan Indonesia oleh negara lain kembali terulang.
Ia memaparkan, Yonif 744 bertugas untuk menjaga dua pulau terdepan, yaitu Pulau Batek dengan 26 anggota dan Pulau Danarote dengan 34 anggota. Pasukan ini masih mendapat bantuan dengan kerja sama beberapa anggota marinir.