TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Lembaga Penelitian Indonesia Syamsuddin Haris mengatakan perkembangan Partai Golkar setelah tumbangnya Orde Baru memang terus merosot. Menurut dia, kemerosotan akibat partai berlambang beringin ini tak mempunyai sosok panutan.
"Kurangnya dalam pengkaderan sehingga Golkar semakin merosot dalam hal pencapresan," kata Syamsuddin, saat dihubungi Tempo, Sabtu, 23 November 2013. Syamsuddin mengatakan, pada 2004, Golkar sempat menjadi pemenang dalam pemilu legislatif.
Baca Juga:
Kemenangan itu bukan karena sosok Jusuf Kalla yang mencalonkan diri sebagai wakil presiden, melainkan kekecewaan masyarakat pada partai penguasa sebelumnya. Pada 2009, saat Kalla mencalonkan diri sebagai presiden, suara Golkar di pemilu legislatif justru anjlok.
"Ini menandakan sosok di Golkar tidak menentukan dan Golkar belum mempunyai figur mencolok sebagai presiden," ujar Syamsuddin. Dari beberapa pengalaman Golkar itu, Syamsuddin menyarankan Golkar hendaknya mengkaderisasi anggota yang lebih kompeten.
"Semacam membentuk konvensi. Ini kesalahan Golkar, yang asal menjadikan orang yang 'kepedean' ingin mencalonkan sebagai presiden." Akibatnya, ujar Syamsuddin, situasi terkini saat Aburizal Bakrie atau Ical mencalonkan diri sebagai presiden, elektabilitasnya terus merosot.
Syamsuddin menyarankan Golkar berfokus pada pertempuran pemilu legislatif. "Urungkan saja niat menang di pilpres karena berdasar hasil survei sudah sangat tertinggal dari tokoh partai lain. Namun di legislatif, elektabilitas Golkar cukup diperhitungkan."
REZA ADITYA
Berita lainnya:
Keluarga Vita KDI di Nganjuk Menutup Diri
Konsernya Sepi, Maher Zain Tetap Hepi
Vita KDI Tajir Sejak Dinikahi Bupati Supian Hadi
Venna Berencana Duet dengan Ivan Fadilla
Batal Nikah, Nuri Maulida Ceria di Konser Maher Zain