TEMPO.CO, Sydney – Sebuah jajak pendapat menunjukkan bahwa elektabilitas Perdana Menteri Tony Abbot menurun. Hal ini terjadi karena Abbot dinilai gagal mengatasi para pencari suaka dan perubahan iklim. Tidak hanya itu, kasus penyadapan yang dilakukan terhadap pemerintah Indonesia disebut-sebut juga berpengaruh.
Pada pemilu di bulan September lalu, elektabilitas Abbot yang berasal dari koalisi Liberal-Nasional mencapai 52 persen. Jumlah ini mengungguli perolehan Partai Buruh yang tentu saja mengakhiri enam tahun pemerintahan Partai Buruh.
Namun, lewat jajak pendapat Nielsen yang dipublikasikan hari ini, elektabilitas Abbot menurun hingga mencapai 48 persen. “Ini menunjukkan bahwa pemerintah Abbot memiliki masa manis terpendek dalam sejarah,” kata Direktur Nielsen, John Stirton. (Baca: Singapura Turut Bantu Australia Sadap Indonesia)
Abbot memenangi pemilu dengan perolehan suara 53,5 persen. Namun, pemerintahan Abbot menuai banyak kritikan. Abbot dinilai tidak mampu menangani para pencari suaka yang terus berdatangan ke Autralia menggunakan kapal. Ia juga dianggap tidak becus menangani kerusakan iklim. Hal ini terlihat dari tragedi kebakaran hutan di New South Wales bulan lalu. (Baca juga: Indonesia Bisa Usir Dubes Australia)
Tidak hanya itu, ketegangan yang meningkat dengan Indonesia atas tuduhan mata-mata yang dilakukan intelijen Australia dinilai juga memengaruhi elektabilitas Abbot. Banyak yang mendesak Abbot untuk segera meminta maaf kepada negara tetangga mereka ini. Namun, Abbot bungkam dan tidak memberikan penjelasan apa pun.
ANINGTIAS JATMIKA
Berita Terpopuler Lainnya
Ahli ITB: SBY HarusTiru Obama, Sterilkan Ponselnya
Daftar Penyadapan Australia Sejak 1950
Gratis! Naik Angkot Kurang dari Satu Jam
Farhat: Menabrak, Dosa AQJ Tak Akan Habis
Survei: Tokoh Islam Tak Mampu Saingi Jokowi