TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Standard Chartered Bank, Eric Sugandi, memprediksi kenaikan suku bunga kredit tidak akan menyebabkan perlambatan pada sektor otomotif dan properti. Menurut dia, pengaruh kenaikan suku bunga kredit pada dua sektor tersebut pasti akan ada, tapi minim dan tidak menyebabkan penurunan penjualan.
"Kalau kita lihat data penjualan otomotif terakhir masih naik. Kalau ada pengaruh ke perlambatan kredit bisa saja terjadi, tapi tren penjualannya masih terus positif," katanya pada Tempo di Jakarta, Kamis, 28 November 2013.
Eric yakin bahwa dampak kenaikan bunga kredit pada sektor otomotif minim. Sebab, berdasarkan pengalaman terdahulu, ketika Bank Indonesia menaikkan batasan down payment (DP) menjadi 25 persen serta kenaikan BI rate pada bulan-bulan sebelumnya, toh penjualan di sektor otomotif terus menunjukkan peningkatan. "Memang sempat turun pada September, tapi kemudian naik lagi karena memang September alokasi untuk Lebaran," katanya.
Eric memprediksi jika terjadi perlambatan penjualan pada sektor otomotif pun, hal itu baru akan terjadi tahun depan. Akan tetapi, perlambatan penjualan pada tahun depan tidak akan berujung pada penjualan. "Trennya masih tetap positif," katanya.
Menurut dia, masyarakat terus membeli mobil walaupun suku bunga kredit naik karena kebutuhan transportasi yang mendesak. Sarana transportasi umum yang masih belum sesuai, kata dia, menjadi penyebab mengapa masyarakat terus membeli mobil walaupun suku bunga kredit dan batasan DP naik.
Untuk sektor properti, Eric menilai walaupun Kredit Pemilikan Rumah (KPR) akan naik, properti untuk kelas menengah ke bawah seperti apartemen maupun rumah juga tidak akan mengalami penurunan signifikan. Ia memprediksi permintaan rumah atau apartemen untuk kelas menengah akan terus berada pada tren positif karena properti merupakan kebutuhan dasar.
"Untuk kelas menengah permintaan masih akan kuat. Masyarakat kelas menengah akan rela membayar walaupun suku bunga kredit karena memang kebutuhan mereka untuk membeli rumah atau apartemen. Jadi, pengaruhnya juga tidak banyak," katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri mengatakan periode Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 akan berfokus pada stabilisasi ekonomi. Menurut dia, APBN 2014 tidak berfokus untuk mendorong pertumbuhan. Sebab, jika fokus untuk mendorong pertumbuhan, maka fundamental tidak terjaga.
Chatib mengatakan ada dua isu yang menghantui perekonomian Indonesia, yakni faktor eksternal terkait rencana kebijakan tapering off oleh bank sentral Amerika Serikat. Sedangkan yang kedua adalah faktor internal yang berkaitan dengan defisit transaksi berjalan. Pemerintah dan Bank Indonesia sudah melakukan langkah menekan defisit transaksi berjalan dengan memperketat kebijakan moneter dan fiskal.
ANANDA TERESIA