TEMPO.CO, Depok - Pusat Studi Kajian Pengembangan Perkotaan Program Pascasarjana Universitas Indonesia (PSKPP-UI) menggelar seminar pengkajian manfaat teknologi untuk menghadapi banjir di Pusat Studi Jepang (PSJ) UI, Senin, 2 Desember 2013. Seminar ini adalah langkah awal kerja sama antara PSKPP-UI dan Shibasaki & Sekimoto Laboratory, Center for Spatial Information University of Tokyo.
Dalam seminar itu, para ahli mengambil wilayah Jakarta Utara sebagai sampel pemanfaatan teknologi untuk mengantispasi bencana di kota pesisir. "Kota Jakarta bagian utara sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan laut merupakan lokasi paling rawan dalam menghadapi banjir," kata Wakil Kepala Pusat Riset Perkotaan dan Wilayah (PRPW) PSKPP-UI Abimanyu Takdir Alamsyah dalam seminar tersebut, Senin, 2 Desember 2013.
Perwakilan BMKG dan humas DKI Jakarta hadir sebagai narasumber dalam seminar. Menurut Abimanyu, perubahan iklim yang terjadi saat ini menyebabkan terjadinya perubahan gejala alam. Salah satu gejala alam yang dipengaruhi oleh perubahan iklim adalah naiknya muka air laut dan tidak adanya pola musim hujan dan musim kemarau yang jelas.
Hal ini menyebabkan banjir yang melanda daerah di sekitar pantai menjadi semakin luas dan lama surut. Dampak yang bisa dilihat akibat perubahan iklim yaitu sebanyak 40 persen luas wilayah itu kini berada di bawah permukaan laut. Kemudian, muka air laut meninggi serta intrusi air laut meluas, dan titik rawan banjir di Jakarta semakin banyak.
Dalam catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPPD) DKI Jakarta, pada 2011 ada 27 titik rawan banjir di Jakarta bagian utara. Kondisi itu tentunya mengganggu aktifitas serta mengancam kehidupan masyarakat. Dampak yang ditimbulkan bencana, misalnya, kehilangan tempat tinggal dan memburuknya kesehatan akibat lingkungan yang tidak baik. "Sebagai bagian kota, pesisir merupakan wilayah dengan kompleksitas taraf tinggi. Baik secara ekonomi dan lingkungan," katanya.
ILHAM TIRTA