TEMPO.CO, Brebes - Semasa masih duduk di bangku sekolah dasar, Darman Prasetyo dikenal sebagai anak yang bernyali kecil. “Ia tidak pernah membalas kalau dinakali teman-teman sebayanya,” kata Tulus Wibowo, Ketua RT 3 RW 11 Kelurahan Panggung, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal, Selasa, 10 Desember 2013.
Darman adalah masinis kereta rel listrik (KRL) Commuter Line Serpong-Tanah Abang. Ia tewas seketika setelah keretanya bertabrakan dengan truk tangki bermuatan Premium 24 ribu liter di perlintasan Ulujami-Bintaro, Jakarta, Senin siang. Meski lahir dan dibesarkan di Tegal, Darman dimakamkan di kampung halaman orang tuanya di Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo.
Darman adalah anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Suroto dan Suratmi. “Pak Suroto dulu kerja di bagian navigasi mercusuar Pelabuhan Kota Tegal,” ujar Tulus. Setelah pensiun sekitar empat tahun lalu, Suroto dan Suratmi serta adik perempuan Darman kembali ke kampung halamannya di Desa Jenar Wetan, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo.
Sebagian tetangganya di Kelurahan Panggung mengaku tidak hapal nama saudara kandung Darman. Yang mereka tahu, satu dari empat saudara Darman sudah lama meninggal. “Kalau adiknya perempuan. Dulu masih SD saat diajak pindah ke Purworejo,” ujar Tulus. Sedangkan kakak-kakak Darman telah berkeluarga dan tinggal di luar kota.
Setelah lulus dari SD Negeri Panggung 8, Darman melanjutkan ke SMPN 9 Kota Tegal dan SMKN 3 Kota Tegal. Kenangan yang paling melekat di ingatan Tulus ketika Darman baru diterima di SMKN 3 Kota Tegal. Di hari pertama masuk sekolah, Darman pulang sambil menangis. “Saya tanya kenapa menangis, dia bilangnya takut ikut MOS (Masa Orientasi Siswa),” ujar Tulus.
Mendengar pengakuan Darman saat itu, Tulus sontak tertawa. Sebab, Darman adalah remaja berpostur tinggi dan atletis. Lulus dari SMK pada 2007, Darman sempat diterima di Universitas Pancasakti (UPS) Kota Tegal. Namun, belum genap satu semester menyandang status mahasiswa, Darman memutuskan keluar.
Meskipun tidak tahu pasti penyebab Darman berhenti kuliah, Tulus menduga hal itu bukan karena faktor ekonomi. Sebab, Darman berasal dari keluarga yang berkecukupan. Selain ayahnya sebagai PNS, kakak-kakaknya juga telah sukses bekerja di luar kota. Menurut Tulus, Darman kurang pintar jika dibanding teman-temannya. “Tapi ia bernasib baik, bisa diterima di PT KAI sampai jadi masinis.”
Setelah berhenti kuliah, Darman menyusul Udi Atmoko, kakak pertamanya di Jakarta yang bekerja di Koperasi Angkatan Udara (AU). Di Jakarta itulah, Darman memulai kariernya di PT Kereta Api Indonesia sejak 2010. “Kalau jadi masinis belum lama. Baru beberapa bulan saja,” kata Nurdin, 38 tahun, paman istri Darman, pada Senin malam.
Setelah sekitar satu tahun bekerja di PT KAI, Darman menikah dengan Riza Lestiana, warga Kecamatan Pangkah, Kabupaten Tegal. Riza adalah sarjana lulusan UPS Kota Tegal. Setelah menikah pada 7 Maret 2011, keduanya dikaruniai anak laki-laki yang dinamai Faariz Syaifullah. Kini, Faariz berumur dua tahun.
“Kurang tahu bagaimana awal pertemuan Darman dan Riza. Mungkin karena rumah Darman dekat dengan kampus UPS, jadi bisa kenal dengan Riza,” kata Esti Lestari, tetangga Darman. Selama dinikahi Darman, Riza tidak bekerja. Tinggal di rumah peninggalan orang tua Darman, Riza mengasuh anak semata wayangnya.
Selama di rumah, Riza juga tidak membuka usaha. Bekas warung kelontong di rumahnya ditutup sejak orang tua Darman pindah ke Purworejo. Darman pernah mengajak Riza berpindah ke Jakarta, tapi Riza merasa enggan. Oleh sebab itu, Darman rutin pulang ke Tegal tiap satu pekan. “Meski hanya Darman yang bekerja, keluarga kecil itu hidup berkecukupan, tidak bermewah-mewahan,” ujar Tulus.
DINDA LEO LISTY
Berita lain:
Kronologi Tragedi Bintaro II
Mengapa Masinis Kereta Bintaro Tak Mengerem
Jokowi Masuk Daftar 'Leading Global Thinkers' 2013
Firasat Ibu Korban Tabrakan Kereta Bintaro
Mahasiswi Korban Bintaro Akhirnya Meninggal
Ratu Atut Mangkir Lagi, KPK Akan Jemput Paksa