TEMPO.CO, Jakarta - Rilis data perekonomian Cina yang cukup positif diperkirakan mendongkrak nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Menurut analis dari Bursa Komoditas dan Derivatif Indonesia, Ibrahim, surplus neraca perdagangan dan pulihnya ekonomi Cina membangun persepsi positif bagi kondisi perekonomian negara-negara di kawasan Asia. “Perbaikan ekonomi Cina pun menjadi katalis yang menahan pelemahan rupiah,” kata dia kepada Tempo.
Pada penutupan perdagangan di pasar uang, Senin, 9 Desember 2013, rupiah masih sedikit tertekan. Rupiah melemah 10 poin (0,08 persen) menuju level 11.974. Ibrahim mengatakan hal ini terjadi akibat meningkatnya kecemasan pelaku pasar atas rencana pemangkasan stimulus moneter (tapering off) oleh bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve).
Baca Juga:
Namun, kata Ibrahim, neraca perdagangan Cina yang mengalami surplus US$ 33,8 miliar pada November 2013, menguatkan sinyalemen permintaan komoditas secara global terus membaik. Data perdagangan Cina mampu membangun ekspektasi kenaikan volume ekspor komoditas asal Indonesia. Akibatnya, rupiah bisa terkatrol.
Tetapi rencana pelaksanaan tapering off yang belum jelas memicu banyak spekulasi negatif sehingga melemahkan rupiah. Bertambahnya tenaga kerja Amerika di sektor non-pertanian hingga 203 ribu orang memicu spekulasi tapering off akan dilakukan pada akhir tahun ini.
Menurut Ibrahim, dalam jangka panjang paket kebijakan ekonomi jilid dua yang diluncurkan pemerintah bisa membuat nilai tukar rupiah membaik. Namun, kekhawatiran tinggi atas rencana tapering off mendorong pelaku pasar tidak percaya diri untuk mengakumulasi aset-asetnya dalam bentuk rupiah. Hari ini, Selasa, 10 Desember 2013, rupiah diprediksi bergerak dalam rentang level 11.845–11.990.
MEGEL JEKSON
Terpopuler
Tragedi Kereta Bintaro, Truk Tangki Memaksa Masuk?
Tabrakan Kereta Ulujami Mirip Tragedi Bintaro
Kronologi Kerusuhan di Little India, Singapura
Ini Cerita Miris Tabrakan Kereta Bintaro 1987
Surga Korupsi, 756 Koruptor Cuma Divonis 2-5 Tahun