TEMPO.CO, Malang - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai, para saksi peristiwa pelonco maut di Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang mulai ketakutan. Mereka menutup diri dan menolak memberikan penjelasan seputar kekerasan pada kegiatan Kemah Bakti Desa yang mengakibatkan Fikri Dolasmantya Surya tewas.
"Mereka takut bersaksi, ada ancaman," kata Koordinator KontraS Surabaya, Andy Irfan Juanedy. KontraS menggandeng Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memberikan perlindungan terhadap para saksi. LPSK berupaya bakal menyediakan rumah aman bagi saksi agar bersedia menjelaskan kejadian yang dialami selama Kemah Bakti Desa di Gua Cina, Dusun Rowotrate, Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang.
KontraS telah menurunkan tim untuk melakukan investigasi. Sebagai langkah awal, komisi itu akan meminta keterangan para saksi yang mengetahui kejadian kekerasan pada Fikri. KontraS meminta paman Fikri, Muhammad Nurhadi, untuk turut mengungkapkan indikasi kekerasan terhadap keponakannya itu. "Selama ini Fikri tak memiliki catatan atau riwayat sakit yang berbahaya," katanya.
KontraS mendesak ITN membentuk tim investigasi sendiri untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan mahasiswanya hingga menyebabkan Fikri tewas. Tujuannya untuk menemukan fakta apakah ada kekerasan seperti yang dialami para mahasiswa baru. "Jika ingin memperbaiki nama kampus, jangan menelan mentah-mentah informasi dari panitia kegiatan. Bentuklah tim investigasi," kata dia.
Agar ITN memperoleh fakta yang obyektif, Rektor ITN, kata Andy, harus tegas dan tidak malah menjadi bagian dari aksi kekerasan ataupun melindungi pelaku. Menurut dia, rektor justru harus memberi perlindungan dan jaminan keamanan bagi para mahasiswa yang berani menjadi saksi.
Baca Juga:
Informasi awal, ujar Andy, KontraS telah menemukan indikasi kekerasan yang dilakukan mahasiswa senior kepada Fikri. Seperti pengakuan paman Fikri, Muhammad Nurhadi, yang menyebutkan bola mata Fikri dilumuri darah segar. Bahkan darah tercecer di baju korban.
Dua mahasiswa baru ITN yang namanya disamarkan menjadi Joko dan Dodo mengaku diintimidasi oleh mahasiswa senior dan dosen. Mereka dilarang menceritakan keluar semua kegiatan selama Kemah Bakti Desa di Gua Cina.
"Saya takut, ada ancaman dan intimidasi dari senior," katanya. Selama memberikan keterangan, kedua mahasiswa ITN ini selalu wanti-wanti agar namanya tidak dibuka karena takut dengan konsekuensinya.
EKO WIDIANTO