TEMPO.CO, Tulungagung--Pemerintah Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur tak ambil pusing dengan ancaman rusaknya situs prasejarah di Desa Song Gentong, Kecamatan Besole. Meski sudah diingatkan oleh para arkeolog, pemerintah daerah setempat belum melakukan langkah apapun untuk menyelamatkan situs itu dari aktivitas penambangan batu marmer.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Tulungagung Subarjo mengaku telah mengetahui aktivitas eskavasi yang dilakukan tim arkeolog Universitas Airlangga Surabaya dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta beberapa waktu lalu. "Mereka mengajukan izin eskavasi pada kami," kata Subarjo, Kamis 12 Desember 2013.
Baca Juga:
Namun anehnya, hingga kini Subarjo justru mengaku tidak mengetahui hasil eskavasi yang dilakukan tim gabungan yang dipimpin Profesor Rusyad Adi Suriyanto tersebut. Bahkan Subarjo belum pernah mendatangi lokasi penggalian untuk sekedar melihat keberadaan situs. Dia berdalih belum menerima laporan dari stafnya soal rekomendasi para arkeolog terhadap situs tersebut.
Disinggung soal aktivitas penambangan tradisional yang dilakukan masyarakat di Desa Song Gentong, Subarjo hanya berjanji akan melakukan koordinasi dengan pemerintah kecamatan dan kelurahan setempat. Dia juga akan meminta informasi kepada tim arkeolog untuk mengetahui hasil eskavasi yang dilakukan. "Nanti kami akan koordinasi dengan mereka," katanya.
Sikap yang sama disampaikan juru bicara Pemerintah Tulungagung Santoso. Dia mengatakan pemerintah belum mengeluarkan rekomendasi apapun atas penemuan situs tersebut, termasuk melakukan pelarangan penambangan di kawasan ini. "Tapi kami akan segera melihat lokasinya," kata Santoso.
Situs Song Gentong di Desa Song Gentong, Kecamatan Besole terancam rusak akibat aktivitas penambangan marmer tradisional. Situs peninggalan manusia purba ini ditemukan tim eskavasi dari Unair dan UGM. Sejumlah benda prasejarah ditemukan di lokasi penggalian, seperti ratusan fosil, artefak dan fragmen dari masa prasejarah. Diantaranya adalah fragmen tulang tibia, gigi landak purba, fragmen gigi binatang pemakan daging, kulit kemiri, mollusca, alat kerang, tulang, batu dan serpihan andesit.
Dari hasil pengujian Laboratorium Arkeologi Forensik Unair serta Laboratorium Bioantropologi dan Paleoantropologi UGM disimpulkan bahwa usia fosil-fosil itu antara 6.000-8.000 tahun atau seumuran dengan Homo Wajakensis.
HARI TRI WASONO