TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D. Hadad, mengatakan pasar modal Indonesia masih tertinggal dibanding negara-negara tetangga. Ia mencontoh dari segi jumlah emiten, Indonesia masih tertinggal dibanding Malaysia, Hongkong dan Singapura.
Menurut data OJK per November 2013, Indonesia memiliki 483 emiten tercatat di Bursa Efek Indonesia, sedangkan Hongkong mencatatkan 1.602, Singapura 780, Malaysia 910 emiten. “Ini masih tantangan kita kedepanya,” katanya di Jakarta, Senin malam, 23 Desember 2013.
Adapun beberapa tantangan itu kedepannya dirincinya seperti masalah keterbatasan produk-produk pilihan investasi baik dari sisi jumlah maupun jenisnya dan produk. “Yang baru dalam bentuk saham dan obligasi,” katanya.
Selain itu, belum optimalnya jumlah investor domestik kata dia menjadi masalah tersendiri. Jumlah investor di pasar modal Indonesia masih sangat kecil, sekitar 0,2 persen dari jumlah penduduk Indonesia. ”Padahal dengan adanya Integrasi Ekonomi ASEAN Economic Community 2015, Pasar Modal Indonesia harus dapat memiliki level of playing field yang sama dengan negara ASEAN,” kata dia.
Maka kedepannya, ia mengatakan akan mengambil langkah-langkah tertentu agar pasar modal Indonesia berkembang baik secara kualitas dan kuantitas. Salah satunya dengan penyederhanaan prosedur penawaran umum, pendalaman pasar saham, sosialiasi kepada perusahaan yang berprospek IPO, pengembangan pasar obligasi, dan perluasan basis investor domestik.
Untuk penyederhanaan prosedur, misalnya OJK sedang menyempurnakan Peraturan Nomor IX.C.7 dan Peraturan Nomor IX.C.8 mengenai Pernyataan Pendaftaran serta Pedoman mengenai Bentuk dan Isi Prospektus dalam rangka Penawaran Umum oleh Perusahaan Menengah dan Kecil. Kedepannya penyempurnaan ini akan memberikan kemudahan bagi perusahaan menengah dan kecil untuk melakukan kegiatan di pasar modal.
Adapun untuk pengembangan obligasi, Muliaman mengatakan, OJK sedang melakukan kerja sama pengembangan pasar obligasi dengan World Bank dan juga melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan. Koordinasi ini berupa perumusan dan evaluasi terkait penerbitan obligasi daerah.
Mencakup peningkatan kapabilitas sumber daya manusia dan sosialisasi kepada pemerintah daerah. “Sampai saat ini, Kementerian Keuangan bersama OJK telah melakukan sosialisasi kepada Pemerintah Daerah di Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya dalam rangka peningkatan pemahaman tentang tata cara penerbitan obligasi daerah,” katanya.
ANANDA PUTRI