TEMPO.CO, London - Komisi antikorupsi Inggris, SFO, menyatakan telah memulai proses penyelidikan atas dugaan suap yang dilakukan perusahaan pembuat mesin pesawat Rolls-Royce terhadap Tomy Soeharto, putra mantan Presiden Soeharto. “Direktur SFO telah membuka penyelidikan,” demikian pernyataan SFO dalam laman mereka, 23, Desember 2013.
Sebelumnya, informasi tentang dimulainya penyelidikan atas kasus ini diumumkan sendiri oleh Rolls-Royce. Seperti dikutip dari Guardian, Senin, 23 Desember 2013, Rolls-Royce menyatakan telah mendapat pemberitahuan bahwa SFO telah memulai penyelidikan formal atas tuduhan suap tersebut. “Serious Fraud Office telah menginformasikan bahwa mereka telah memulai penyelidikan resmi atas kasus ini,” tulis Rolls-Royce dalam pernyataannya.
Praktek suap ini dibongkar oleh mantan karyawan Rolls-Royce, Dick Taylor, yang menyatakan perusahaan telah menyuap Tommy Soeharto sebesar US$ 20 juta (£ 13m ) atau setara Rp 243 miliar dan mobil Rolls-Royce biru. Dalam pengakuannya Desember tahun lalu, praktek ini dilakukan pada masa 1980-1990an. Tujuannya agar Tommy menyuruh maskapai penerbangan Garuda Indonesia membeli mesin Rolls-Royce Trent 700.
Pengacara keluarga Soeharto sudah membantah pengakuan Taylor tersebut. Tommy disebut tidak pernah menerima uang atau mobil dari Rolls-Royce dan juga tidak merekomendasikan Garuda untuk membeli mesin Rolls-Royce, seperti yang dituduhkan Taylor.
Taylor adalah karyawan Rolls yang telah bekerja untuk perusahaan selama lebih dari 30 tahun. Salah satu penempatan tugasnya di Indonesia sebagai manajer teknis untuk periode 1996-2002. Semula ia melaporkan kasus ini kepada perusahaan secara internal. Namun, karena tidak mendapat respons, ia lalu membukanya kepada publik melalui sejumlah situs resmi surat kabar internasional.
Rolls-Royce sendiri kemudian menunjuk firma hukum Debevoise & Plimpton untuk menyelidiki tuduhan Taylor tersebut. Perusahaan pembuat mesin pesawat terbesar kedua di dunia itu cukup tercoreng dengan kasus ini. CEO Rolls-Royce, John Rishton menekankan bahwa perusahaan tidak akan menoleransi tindakan ilegal. “Saya ingin menegaskan bahwa perusahaan tidak menoleransi perilaku bisnis yang tidak patut dan akan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk memastikan kepatuhan itu," kata John, Januari lalu.
GUARDIAN | IQBAL MUHTAROM