TEMPO.CO, Jakarta - Pakar transportasi, Tri Tjahjono, mengapresiasi kinerja Gubernur DKI Joko Widodo dalam bidang transportasi. "Ia menunjukkan itikad positif," kata Tri, Rabu, 25 Desember 2013. Itu terlihat dari langkah seperti groundbreaking MRT, rencana electronic road pricing, dan rencana penambahan bus.
Ia maklum Jokowi tak banyak membuat rencana baru karena seluruh langkah itu harus mengikuti Perencanaan Transportasi Makro (PTM), yang dibuat pada akhir masa jabatan mantan Gubernur Sutiyoso dan berlaku 25 tahun. Namun, dia menyebut ada hal yang harus diperhatikan Jokowi, yaitu integrasi seluruh moda transportasi. "Karena, ke depan, mereka tidak bisa berdiri sendiri-sendiri," katanya. Konkretnya, menentukan titik temu moda transportasi.
Menurut Tri, ini bisa dilakukan dengan membenahi stasiun seperti Stasiun Sudirman. Stasiun ini nantinya bisa menyatukan moda transportasi bus dan kereta. Sekarang ini, kata Tri, penumpang kereta masih harus jalan dulu ke luar stasiun untuk dapat bus. Tri mengimbau Jokowi menggandeng PT Kereta Api Indonesia.
Ia juga meminta Jokowi memperjelas konsep ERP. "ERP akan ada di wilayah mana saja? Lalu uangnya untuk apa?" katanya mempertanyakan. Menurutnya, di luar negeri pendapatan ERP dipakai untuk menambal kebutuhan pembiayaan bus. "Apakah di sini akan seperti itu juga atau bagaimana?" katanya.
Soal lain yang mesti dibenahi, kata Tri, adalah restrukturisasi trayek angkutan umum. Menurut dia, trayek angkutan umum saat ini perlu dirombak. Keadaan ibu kota sudah berubah, misalnya dengan akan adanya tambahan bus dan munculnya kebutuhan kendaraan umum di rumah-rumah susun tempat Jokowi merelokasi warga bantaran. "Masyarakat di rusun butuh angkutan yang benar," ujar Tri.
Selain itu, moda transportasi mikrolet menurutnya tidak layak lagi berada di jalan-jalan utama. Selama ini, mikrolet belum berfungsi dengan benar dan harus diatur penggunaanya di jalan raya. "Bukan berarti kita pinggirkan mereka. Harusnya, yang beroperasi di jalan-jalan utama adalah bus besar. Mikrolet bisa jadi pengumpan kawasan permukiman," ujar Tri.
Langkah-langkah itu, kata Tri, mendesak diterapkan di DKI. Karena, bagi dia, fokus pemerintah sebaiknya bukan menghapus kemacetan, tapi menyediakan layanan publik agar warga punya banyak pilihan transportasi, tidak harus menggunakan motor atau mobil pribadi. "Di Paris, London, Tokyo juga ada kemacetan. Tapi, warganya punya banyak pilihan untuk mobilitas," ujar dia. Tri menganggap menertibkan pedagang kaki lima sebagai biang kemacetan juga penting untuk terus dilakukan.
ATMI PERTIWI
Berita Lain:
Natal, Megawati dan Jokowi Kunjungi Ahok
Hari Natal, Jakarta Hujan Lebat
Kronologi Perampokan di Bank BTPN Cijantung
Mayat Karyawati Membusuk di Kamar Kontrakannya
Para TKW di Bekasi Mengaku Ditipu Sponsor
Natal, Penumpang KRL Bekasi Melonjak