TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengikuti polemik dan perhatian publik berkaitan dengan rencana pelantikan Bupati Gunung Mas, Hambit Bintih, yang kini ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Presiden berpesan pada Menteri Dalam Negeri untuk menjalankan amanat pemerintah berdasarkan undang-undang," kata Julian di kompleks Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 27 Desember 2013.
Presiden, kata Julian, berpedoman pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Beleid itu menyebutkan bahwa seseorang yang telah dipilih dalam pemilihan kepala daerah harus dilantik oleh pemerintah. Julian mengatakan, "Kalau kemudian kasus ini berbeda dengan amanat undang-undang, mari kita carikan jalan terbaik yang bisa diterima oleh semua." Yang utama, kata Julian, sistem pemerintahan mesti tetap berjalan.
Dalam kasus Hambit, menurut Julian, selain berpedoman pada peraturan yang ada, Presiden SBY juga mempertimbangkan hal lain, yakni kepatutan, moral, etika, dan pandangan masyarakat. Adapun hingga kini, ujar dia, Menteri Dalam Negeri tengah mencari jalan keluar atas permasalahan pelantikan Hambit.
Kementerian Dalam Negeri sedang mencari terobosan hukum terkait polemik pelantikan Hambit. Selama ini terobosan yang pernah dibuat pemerintah rentan digugat oleh pihak terkait. "Kami punya pengalaman kalah dalam gugatan," kata Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi usai rapat konsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat, 27 Desember 2013.
Gamawan mengatakan, ada beberapa alternatif terobosan yang sedang disiapkan pemerintah. Misalnya, pemerintah hanya akan melantik Wakil Bupati Gunung Mas saja. Hanya saja, Gamawan masih mempertimbangkan apakah langkah ini sudah tepat, mengingat bupati dan wakil bupati dipilih dalam satu paket yang sama. "Kami hanya mengukuhkan berdasarkan usulan dari DPRD," kata dia.
Terobosan lain adalah menggunaan tafsiran ekstensif atas klausul berhalangan tetap dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Hanya saja, dalam undang-undang tersebut, yang disebut dengan berhalangan tetap adalah meninggal dunia, sakit yang menyebabkan tidak bisa bertugas, dan hilang. "Tidak bisa ditafsirkan lain," kata dia.
PRIHANDOKO