TEMPO.CO, Surabaya - Sekitar 5.000 suporter pendukung Persebaya Surabaya 1927 berunjuk rasa di Balai Kota Surabaya, Jumat, 3 Januari 2014. Suporter yang lebih dikenal dengan sebutan Bonek ini menuntut tiga hal kepada Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Pertama, menagih janji Wali Kota Surabaya agar melarang Persebaya yang turun di kompetisi Liga Super Indonesia melakukan kegiatan di Surabaya.
Kedua, mencabut izin peresmian (launching) maupun pertandingan Persebaya. Terakhir, mendesak Wali Kota Tri Risma agar segera mengambil kebijakan untuk menyelesaikan persoalan dualisme Persebaya. "Kalau Wali Kota tidak mau menemui, kami akan menginap dua sampai tiga hari di balai kota," kata koordinator pengunjuk rasa, Saputro.
Risma, sapaan akrab Tri Rismaharini, tidak berada di kantor saat didatangi Bonek karena sedang bertugas di lapangan. Koordinator Bonita, sebutan bagi Bonek perempuan, Ita Siti Nasyiah, mengatakan telah melakukan negosiasi dengan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat, Sumarno, agar bisa berdialog. Namun, kata dia, Sumarno menolak menemui perwakilan pengunjuk rasa dengan alasan tidak mendapat penugasan dari Risma. "Kami tunggu sampai ada pejabat terkait yang mau menemui," kata Ita.
Para pengunjuk rasa membawa berbagai poster bernada kecaman. Mereka juga meneriakkan yel-yel "F*** PSSI", "Save Persebaya 1927", "1927 Harga Mati", dan lain sebagainya. Meski terdiri dari ribuan orang, massa aksi cenderung tertib. Mereka hanya menyanyikan yel-yel Persebaya dan meneriakkan tuntutannya.
DEWI SUCI RAHAYU
Berita sebelumnya:
Diskusi 'Selamatkan Persebaya' Digeruduk Bonek
Merasa Dibohongi, Demo Bonek Persebaya Berlanjut
Bonek Diusulkan Ganti Nama