TEMPO.CO, Bandung - Kalangan pengusaha kuliner di Bandung, seperti katering, oleh-oleh berupa penganan, dan rumah makan, menolak kenaikan harga elpiji kemasan 12 kilogram. Mereka meminta pemerintah tidak menaikkan harga elpiji. "Harga gas jadi Rp 145 ribu per tabung, sangat memukul usaha kami," kata seorang pemilik usaha katering, Budi Santoso, Ahad, 5 Januari 2014.
PT Pertamina sejak 1 Januari 2014 menaikkan harga elpiji tabung kemasan 12 kilogram sebesar 57 persen. Dari sebelumnya per tabung Rp 70 ribu, kini melonjak menjadi Rp 117 ribu per tabung.
Menurut Budi, harga per tabung gas dijual Rp 145 ribu di Lembang. "Saya mau beli enggak jadi karena mahal banget, " ujarnya. Di rumah, Edi punya dua tabung gas kemasan 12 kilogram dan tiga tabung gas kemasan 3 kilogram. Tabung gas yang lebih kecil jarang dipakai karena cepat habis untuk memasak pesanan pelanggan.
Dengan kenaikan harga elpiji, sulit baginya untuk menaikkan harga katering. "Susah minta ampun kalau dinaikkan, karena harga (katering) sekarang saja sudah sering dinilai mahal," ujar dia.
Pemilik usaha katering lainnya, Emi, mengaku masih bingung karena masih melayani pesanan pelanggan dengan harga lama, sedangkan harga elpiji kemasan 12 kilogram sudah naik 50 persen lebih. Di dapurnya, ia punya 2-5 tabung elpiji kemasan 12 kilogram. Itu biasanya habis tiap kali masak satu pesanan. "Berat sekali kenaikan harga gas ini," ujar dia.
Kebingungan yang sama dialami Kimong, pembuat kudapan kerupuk kulit atau dorokdok yang memakai dua tabung elpiji kemasan 12 kilogram di dapur usahanya. "Sebaiknya harga gas diturunkan seperti semula," katanya.
Pemilik rumah makan, Ilvan Wijaya, baru-baru ini memborong tiga tabung gas subsidi kemasan 3 kilogram untuk mengantisipasi mahalnya gas 12 kilogram. Di warung bermenu utama olahan daging sapi itu, ia sebelumnya hanya memakai dua tabung gas 12 kilogram. "Menaikkan harga jual tidak mungkin, kenaikan gas ini sangat tidak adil karena ekonomi masih belum bagus," kata dia.
ANWAR SISWADI