TEMPO.CO, Yogyakarta - Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Puro Pakualam wajib menyampaikan laporan keuangan berkala tentang penggunaan dana keistimewaan. Khususnya, penggunaan uang keistimewaan untuk honor raja, adipati, kerabat, maupun abdi dalem. Sebab, keraton dan kadipaten memakai uang negara, sehingga diperlakukan sebagai badan publik. “Sebagai badan publik, konsekuensinya wajib patuh pada UU Keterbukaan Informasi Publik. Harus transparan, akuntabel,” kata Komite Pengarah Gerakan Global Transparansi, Akuntabilitas, dan Partisipasi Anggaran Valentina Sri Wijiyati, Rabu, 8 Januari 2014.
Menurut dia, pelaporan itu mengubah kebiasaan keraton maupun kadipaten. “Selama ini kan masyarakat ewuh pakewuh. Tapi karena (keraton) badan publik, masyarakat punya hak untuk tahu,” kata Valentina.
Baca Juga:
Kepala Dinas Kebudayaan DIY Gusti Bendara Pangeran Haryo Yudoningrat menjelaskan, alokasi honor dari dana keistimewaan 2013 telah terserap sebesar Rp 2,104 miliar untuk keraton dan kadipaten dari total alokasi Rp 2,3 miliar. “Besaran nominal itu belum dipotong pajak,” kata adik tiri Sultan ini. Seluruh abdi dalem yang mendapat honor sebanyak 2104 orang, kecuali abdi dalem keprajan.
Honor paling tinggi diterima Sultan, sebanyak Rp 3,8 juta, sedangkan honor Gusti Kanjeng Ratu Hemas Rp 3,4 juta. Honor permaisuri Sultan ini sama besarnya dengan honor Sri Paduka Paku Alam IX. Honor juga diterima kerabat maupun anak dan cucu mereka. Ada 17 anak HB IX. Besaran honor anak Sultan yang bekerja di keraton sebesar Rp 3,050 juta.
Dalam sebulan, Keraton Yogyakarta dikucuri uang negara untuk honor sebesar Rp 956 juta. Bagi abdi dalem yang berprofesi sebagai pegawai pemerintahan mendapat potongan 15 persen, sedangkan yang bukan pegawai hanya dipotong 6 persen. “Syarat penerima sudah berusia 18 tahun dan punya peran di keraton maupun kadipaten. Kalau enggak, ya, enggak dapat,” kata Yudoningrat di Kepatihan.
Dia mengatakan, ada kerabat keraton dan kadipaten yang menolak pemberian honor. Mereka adalah GBPH Hadisuryo dan Kanjeng Pangeran Haryo Anglingkusumo. Hadisuryo adalah putra bungsu HB IX dengan Kanjeng Raden Ayu Pintoko Purnomo (istri pertama). Dia pernah menyatakan siap maju sebagai calon Gubernur DIY pada 2008. Sementara Anglingkusumo adalah orang yang mengklaim sebagai Paku Alam IX yang sah. “Kalau Mas Hadisuryo, mungkin karena sudah punya banyak uang,” kata Yudoningrat.
PITO AGUSTIN RUDIANA