TEMPO.CO, Ibrahimzai - Seorang bocah Pakistan melakukan aksi heroik demi menyelamatkan sekolahnya dari serangan bom bunuh diri. Bocah yang diketahui bernama Aitzaz Hasan itu berhasil menjatuhkan seorang pelaku bom bunuh diri tepat sebelum masuk ke lingkungan sekolah. Dilansir BBC, Jumat, 10 Januari 2014, bocah berusia 15 tahun itu pun tewas seketika bersama pelaku yang meledakkan bom tersebut.
Menurut keterangan sejumlah saksi mata, saat peristiwa itu terjadi, Hasan sedang bermain bersama teman-temannya di areal sekolah. Saat itu dia melihat seorang yang belakangan diketahui sebagai pelaku bom bunuh diri berlari menuju ke arah sekolahnya. Bocah bertubuh gempal itu pun mengajak teman-temannya menghentikan aksi pelaku.
Meski diperingatkan, Hasan tetap meneruskan rencananya tersebut. “Dia cuma tidak ingin teman-temannya menjadi korban aksi bom bunuh diri,” kata Mudassar Hasan Bangish, sepupu korban. Akhirnya, Hasan pun tewas setelah pelaku meledakkan diri bersamanya ketika rencana bom bunuh diri itu gagal.
Ayah korban, Mujahid Ali, menyatakan bangga dengan tindakan Hasan. Meski sedih anaknya turut menjadi korban, namun dia yakin anak laki-lakinya itu mati syahid, kematian di jalan agama menurut ajaran Islam. “Ibunya menangis akibat peristiwa itu, tapi anak saya menghindarkan tangis dari ribuan ibu lainnya,” kata dia.
Keberanian Hasan menuai pujian dari hampir seantero Pakistan. Berkat aksi tersebut, gedung tempat dia bersekolah aman dari target serangan bom bunuh diri. Begitu juga 2.000 murid yang saat itu berada di area sekolah yang terletak di Kota Ibrahimzai, Provinsi Hangu, sebelah barat laut Pakistan.
Hasan dinilai layak mendapat medali kehormatan atas tindakan beraninya tersebut. Bahkan, tak sedikit yang membandingkan heroisme Hasan dengan Malala Yousefai, gadis Pakistan yang ditembak Taliban karena mendukung persamaan hak laki-laki dan perempuan.
“Setidaknya berikan Hasan medali atas keberaniannya. Dia merupakan kebanggaan warga Pakistan,” kata Sherry Rehman, mantan Duta Besar Pakistan untuk Amerika Serikat.
BBC | DIMAS SIREGAR