TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan razia rambut gondrong yang diterapkan Orba pada akhir 1973 melebar kemana-mana. Menurut seniman Yapi Panda Abdiel Tambayong–yang lebih dikenal dengan nama Remy Silado–saat itu demi membendung pengaruh budaya Barat, Soeharto melalui jenderal-jenderalnya menerapkan aturan yang membabi buta.
Belakangan, kata Remy, razia tak hanya soal panjang-pendek rambut anak muda, tapi juga merambah soal ketat-tidaknya celana jin yang dipakai. Saat itu, dengan penuh repot, aparat keamanan dari polisi hingga serdadu ikut memperhatikan dandanan anak muda. Jika ditemukan tak sesuai dengan aturan, akan ditegur bahkan diperlakukan kasar.
Untuk memeriksa keketatan celana anak muda, aparat polisi maupun ABRI akan meminta para anak gaul zaman itu untuk melepas celananya. Kemudian, memasukkan botol untuk mengukur keketatan celana jin mereka. Kalau pipa celana itu tak muat, tentara atau polisi yang merazia akan memotong celana si anak muda hingga selutut. Bahkan, tanpa segan mereka merusak dengan merobek bagian bawah celana.
Orde Baru memang sengaja merepotkan diri mereka dengan hal-hal yang menyangkut anak muda kala itu. Maklum, serbuan tren fashion ala hippies sedang mewabah ke seluruh dunia. Akhirnya, mulai dari razia hingga pencekalan para seniman diberlakukan. “Gaya itu dikritik pemerintah sebagai kebarat-baratan,” ujar Remy mengenang.
Namun rupanya kebijakan itu menyulut kemarahan kalangan muda. Belakangan, kebijakan antigondrong dan celana jin ketat itu dihubung-hubungkan sebagai pemicu kerusuhan Malari. (Baca: Malari dan Razia Rambut Gondrong).
TIM TEMPO
Baca juga:
Mahfud Mengaku Heran Atas Pemilihan Akil Mochtar
Jokowi Kaget Blusukan 'Dikuntit' Caleg PDIP
Perempuan Arab Saudi Dilarang Main Ayunan
Ini Sebab Jakarta Utara Relatif Bebas Banjir
Soal Dugaan Suap Pilgub Jatim, Ini Kata Cak Imin
Kata Istrinya, Anas Urbaningrum Sedang Tirakat
Kado Tahun Baru Anas Urbaningrum Versi Ipar SBY