TEMPO.CO, Dili - Pemerintah Timor Leste meminta pengadilan internasional memerintahkan Australia untuk menyerahkan semua dokumen yang disita dalam penggeledahan di kantor salah satu pengacaranya di Canberra.
Organisasi mata-mata domestik Australia, Australian Security Intelligence Organisation (ASIO), menggeledah kantor pengacara Bernard Collaery di Canberra pada awal Desember dan menyita dokumen yang berkaitan dengan sengketa antara Australia dan Timor Leste, menyangkut perjanjian minyak dan gas senilai lebih US$ 40 miliar.
Baca Juga:
Dili berpendapat bahwa dokumen itu milik Timor Leste dan berhak dilindungi oleh hukum internasional. Timor Leste menginginkan ada keputusan sementara yang memerintahkan penyerahan semua dokumen yang disita itu ke pengadilan internasional.
"Selain kembalinya properti kita, Timor Leste sedang mencari perlindungan bagi semua komunikasinya," kata Menteri Luar Negeri Timor Leste, Agio Pereira, dalam sebuah pernyataan, seperti dimuat The Guardian, Senin, 20 Januari 2014.
Dokumen-dokumen yang disita ASIO itu berhubungan dengan gugatan Timor Leste terkait dengan perjanjian tentang Pengaturan Kelautan Tertentu di Laut Timor (Treaty on Certain Maritime Arrangements in the Timor Sea).
Pemerintah Dili menuduh Australia menyadap kantor kabinet selama proses negosiasi perjanjian tahun 2004. Atas dasar itu pula Timor Leste menggugat perjanjian itu ke pengadilan arbitrase internasional di Denhaag, Belanda.
Jaksa Agung George Brandis menyetujui surat perintah untuk penggeledahan pada 3 Desember 2013 di kantor Collaery dan di rumah seorang mantan mata-mata Australia, yang merupakan saksi kunci dalam kasus soal Timor Leste yang sudah ada di pengadilan arbitrase itu.
Pengadilan internasional di Den Haag adalah badan peradilan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa yang didirikan untuk mengadili sengketa antara negara-negara anggota badan dunia ini. Keputusan akhir tentang kasus ini bisa memakan waktu satu tahun atau lebih.
Guardian | Abdul Manan