TEMPO.CO, Subang - Puluhan ribu kepala keluarga yang masuk dalam Program Keluarga Harapan (PKH) di Subang, Jawa Barat, belum terdaftar dalam Jaminan Kesehatan Nasional. Sebelumnya, mereka tak masuk dalam daftar penerima Jaminan Kesehatan Masyarakat, yang kemudian didaftar ulang melalui program Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial.
"Jumlah kepala keluarga yang masuk program PKH seluruhnya 19.103 rumah tangga sangat miskin," kata Kepala Seksi Jaminan Sosial Fakir Miskin Dinas Sosial Kabupaten Subang, Warya, Kamis, 6 Pebruari 2014.
Menurut Warya, sebelum pemerintah menggulirkan jaminan kesehatan melalui BPJS, para peserta keluarga harapan bisa berobat secara gratis di rumah-rumah sakit mana saja dengan hanya memperlihatkan kartu PKH. "Sekarang setelah diberlakukan JKN, kami tak bisa menjamin mereka," kata Warya.
Dia mengusulkan agar nasib keterjaminan kesehatan para peserta PKH tersebut diambil-alih oleh kebijakan lokal sambil menunggu kebijakan pemerintah pusat terkait nasib mereka itu.
Kepala Bidang Layanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Subang, Syamsu Riza, mengungkapkan sesuai dengan surat edaran Menteri Kesehatan No: JP/Menkes/590/XI/2013 tentang jaminan kesehatan huruf F dinyatakan bahwa saat ini masih terdapat masyarakat miskin dan tidak mampu diluar peserta JKN yang berjumlah 86,4 juta jiwa.
"Mereka seluruhnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 27 Tahun 2013 tentang Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)," kata Syamsu.
Masalahnya, menurut dia, untuk mendanai penduduk yang masuk program Jamkesda saja pemerintah Subang kewalahan, apalagi jika ditambah beban baru mendanai penduduk miskin dari program PKH. Alokasi dana Jamkesda saat ini Rp 7 miliar, padahal kebutuhannya mencapai Rp 9 miliar lebih per tahun.
Saat ini peserta yang sudah masuk program Jamkesmas kemudian diambil alih program BPJS yang jumlahnya mencapai 611.759 orang atau 40 persen dari total jumlah penduduk Subang.
Sekretaris Bappeda Kabupaten Subang, R Memet Hikmat Warnaen, meminta secepatnya melakukan validasi dan sinkronisasi data karena tidak mustahil peserta Jamkesmas ada yang juga masuk PKH.
"Data yang ada di masing-masing dinas instansi masih memungkinkan bertambah atau boleh jadi berkurang karena mengacu hasil survei BPS tahun 2011," ujar Memet.
NANANG SUTISNA