TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat penerbangan Chappy Hakim mengatakan badai krisis yang menimpa PT Merpati Nusantara Airlines disebabkan adanya liberalisasi penerbangan di Indonesia. Hal ini dicerminkan dengan semakin banyaknya maskapai swasta yang diberi izin dan penambahan rute yang sebenarnya sudah penuh.
"Karena persaingan antarmaskapai, Merpati yang merupakan milik negara dengan maskapai swasta yang makin meningkat. Kadang Merpati juga latah membeli pesawat besar yang notabene untuk penerbangan antarkota," ujar Chappy ketika dihubungi, Kamis, 6 Februari 2014.
Padahal Merpati merupakan maskapai negara yang ditugasi untuk membuka penerbangan perintis. Dengan demikian, menurut Chappy, tidak masuk akal jika Merpati kadang "latah" membeli armada besar, seperti Airbus dan Boeing, yang lazimnya digunakan untuk penerbangan antar-kota besar.
"Seharusnya Merpati memperbanyak pesawat perintis. Tapi faktor persaingan semakin besar. Maskapai ini seperti kehilangan arah visi awal sebagai penerbangan perintis," ujar dia.
Untuk mengatasi hal tersebut, seharusnya semua stakeholder yang bertanggung jawab duduk bersama dan mencari solusi yang paling tepat. Sekarang, menurut Chappy, terkesan adanya kurang koordinasi antara Kementerian Perhubungan sebagai regulator penerbangan dan Kementerian BUMN yang bertanggung jawab terhadap Merpati sebagai sebuah perusahaan maskapai.
"Jadi harus dibedakan konteks komersial yang merupakan peran Kementerian BUMN dan fungsi pemerintahan dalam hal perhubungan perintis yang merupakan fungsi Kementerian Perhubungan," ujar Chappy.
GALVAN YUDISTIRA
Topik Terhangat
Sinabung | Banjir Jakarta | Pemilu 2014 | Jokowi | Gita Mundur|
Berita Terpopuler
Bertunangan, Johnny Depp Beli Rumah Rp 254 Miliar
Tak Nyaman, Asmirandah 2 Kali Lapor KPI
Alasan RHCP Tampil Minus One di Super Bowl
Poppy Dharsono: Pemikiran Joop Ave Selalu Fantastis
Maia Estianty Manjadi Single Parent Positif