TEMPO.CO, Jakarta - Tertekannya mata uang dolar Amerika Serikat (AS) menjadi katalis penguatan rupiah. Di transaksi pasar uang hari ini, rupiah menanjak 60 poin (0,49 persen) ke level 12.088 per dolar Amerika Serikat (AS). Ini merupakan level terkuat rupiah sejak 15 Januari 2014.
Ekonom dari PT Bank International Indonesia, Juniman, mengatakan sentimen positif dari testimoni Gubernur The Fed (bank sentral AS), Janet Yellen, memicu gairah investor untuk membeli aset-aset yang lebih berisiko, termasuk yang berdenominasi rupiah. "Dalam testimoninya, Yellen memposisikan diri untuk meneruskan kebijakan sebelumnya," kata Juniman, Rabu, 12 Februari 2014.
Artinya, Yellen mengindikasikan pemangkasan stimulus tidak akan berlangsung agresif dan masih mempertahankan suku bunga rendah. Sentimen positif tersebut membuat dolar AS tertekan mata uang global dan mata uang negara berkembang atau emerging markets.
Khusus di Indonesia, nilai pembelian investor asing di pasar saham hari ini mencapai Rp 419 miliar. Selama tiga hari perdagangan, pembelian bersih telah mencapai Rp 1,7 triliun.
Pada saat yang bersamaan, katalis penguatan rupiah juga dipicu oleh membaiknya data-data ekonomi dalam negeri. Pertumbuhan ekonomi masih berada di level 5,78 persen, defisit neraca perdagangan mulai menyusut, kemudian defisit transaksi berjalan diperkirakan di bawah 3 persen dari produk domestik bruto. "Cadangan devisa juga mulai kembali ke level psikologis US$ 100 miliar," ujar Juniman.
Mata uang Asia cenderung menguat hingga pukul 17.00 WIB. Won Korea pimpin penguatan mata uang Asia terhadap dolar AS dengan apresiasi 0,77 persen, disusul peso Philipina menguat 0,52 persen, baht Thailand naik 0,54 persen, dan dolar Singapura menguat 0,16 persen.
PDAT | M. AZHAR
Terpopuler:
Jokowi Datang, Pemakaman Bubar
Usai 'Layani' John Weku, Feby Kontak Anggita Sari
Hary Tanoe: Masa Jaya Jokowi Sudah Lewat
Ahok: Kalau Mau Kurang Ajar, Sini Saya Ajarin
Bus Berkarat, Jokowi Copot Kepala Perhubungan
Pastor Pembunuh Suster dan Anaknya Divonis Mati