TEMPO.CO , Jakarta: Dari belakang layar, mereka menentukan sukses-tidaknya karier sang artis. Benarkah artis itu banyak tingkah? Inilah suka-duka mereka, manajer artis. Kenyamanan dan rasa aman jadi pegangan utama para artis ketika memilih manajer. Menghindari penipuan.
Hati penyanyi dangdut Iis Dahlia mencelos ketika mendapati tabungannya blong pada 1999. Padahal saat itu pekerjaannya tidaklah sedikit. Jika dihitung-hitung, dari hasil berpentasnya kala itu, ia berhak mendapat Rp 650 juta.
Sayang, pihak manajemen yang diminta pelantun Bunga Seroja itu bertanggung jawab malah angkat tangan. “Saat Lebaran tahun itu, saya sampai pinjam duit kakak karena tabungan menipis. Apalagi saat itu saya bawaannya lagi banyak belanja, karena baru saja cerai,” ujarnya, Selasa petang lalu.
Iis, yang geram karena merasa ditipu, akhirnya memutuskan hengkang dari manajemen tersebut. Ia lalu menggandeng sahabatnya, Diah Umbarawati alias Bedu, dan kakak kandungnya, Elsih Sukaesih, sebagai manajernya.
Dengan diurus sahabat karib dan kerabat dekatnya, Iis berharap kejadian buruk dulu tak lagi terulang. Toh, meski tak lagi dinaungi perusahaan manajemen, dia tetap kebanjiran tawaran menyanyi.
Memilih Bedu dan Elsih dianggap Iis sebagai pilihan tepat. Sebabnya, kata ibu Salsabilla Juwita dan Devano itu, keduanya bisa kompak menyokong karier Iis sebagai artis. Tak ada lagi rasa curiga atau segan yang dirasakan Iis, karena baik Bedu maupun Elsih bisa membuatnya nyaman. Ia juga tak perlu cerewet berpesan ini-itu kepada keduanya, karena mereka sangat memahami dirinya.
Menurut Iis, rasa nyaman adalah hal pertama yang ia utamakan saat mencari manajer. Apalagi manajerlah yang bakal mendampinginya menjalani profesi sebagai artis, termasuk saat berpentas maupun membuat kontrak dengan pihak tertentu. “Saya memilih mereka karena saya nyaman pergi dengan keduanya. Buat saya, itu penting, karena akan ada banyak waktu yang mesti kami habiskan bersama,” katanya.
Tak hanya urusan pekerjaan, penyanyi kelahiran Indramayu pada 1972 itu juga selalu “curhat” tentang masalah pribadinya kepada Bedu, yang seumuran dengannya. Sedangkan dengan Elsih ia tak berbagi hal yang sama, karena sejak dulu tak suka membebani keluarganya dengan persoalan pribadi.
Meski begitu, Iis menilai Elsih sebagai manajer yang profesional. Tapi hubungan saudara tak dijadikan alasan bagi Elsih untuk meminta keistimewaan. “Kalau ada yang salah, Elsih mau ditegur,” kata Iis.
Kejujuran adalah syarat kedua saat Iis memilih manajer. Karena sudah pernah tertipu, dia jadi bersikap lebih hati-hati dan menerapkan sistem pengelolaan keuangan yang baru. Setiap kali selesai tampil di panggung, sang manajer diminta Iis untuk langsung menyetor honor ke rekeningnya. Taktik itu dinilai Iis lebih praktis dan membuat dirinya nyaman.
Perempuan yang bernama asli Iis Lailiyah ini juga tak membebani manajernya dengan kewajiban untuk pontang-panting mencari pekerjaan buatnya. Dia sadar, di Indonesia tak banyak manajer yang berinisiatif mencarikan artisnya proyek. Yang penting, kata Iis, manajer bisa membantu meringankan beban pekerjaannya.
Saat merundingkan kontrak, misalnya, Iis mempercayakannya kepada Bedu dan Elsih, sehingga ia bisa memanfaatkan waktu untuk bercengkerama dengan kedua anaknya.
“Buat saya, fungsi manajer artis lebih pada mengurangi beban kerja. Toh, selama ini pekerjaan datang ke saya, sehingga manajer saya enggak perlu repot cari kerjaan. Tinggal urus yang sudah ada saja,” ujar Iis. “Tapi, karena saya bayar manajer sesuai persentase pendapatan per kontrak kerja, ya, mereka akhirnya cariin saya tambahan kerja lagi,” katanya, seraya tertawa.
ISMA SAVITRI