TEMPO.CO , Jakarta: Setelah Peraturan Presiden yang mengatur Mitra Pengawas Pemilu Lapangan dianulir, kini Badan Pengawas Pemilu memikirkan jalan lain untuk memperkuat pengawasan. Ketua Bawaslu Muhammad mengatakan pihaknya dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan melakukan nota kesepahaman pada awal Maret ini untuk pengawasan Pemilu 2014. Mahasiswa, kata dia, akan terlibat dalam pengawasan.
"Tapi mereka tak dibayar alias gratis," kata dia saat ditemui di kantornya pada Jumat, 21 Februari 2014. Para mahasiswa ini akan turut andil dalam program sejuta relawan yang digulirkan oleh Bawaslu. (baca: PDIP Pertimbangkan Dana Mitra Pemilu)
Namun di lapangan, kata dia, pemantau tak bisa mengambil aksi jika ada potensi pelanggaran. "Paling tidak mereka bisa melaporkannya kepada PPL lantaran para mahasiswa ini tak bisa masuk ke dalam tempat pemungutan suara." Keberadaan mereka, kata dia, memang tak ada dalam ketentuan undang-undang.
Setelah bersama Menteri Pendidikan Muhammad Nuh, Bawaslu akan membuat Memorandum of Understanding dengan Komisi Pemilihan Umum. "Agar di TPS, mereka ini tak diusir," kata dia. Musababnya, kata dia, para mahasiswa akan bertindak sebagai mata-telinga Bawaslu.
Sebelumnya, Muhammad mengatakan lembaganya kecewa kepada pemerintah karena menolak penembahan anggaran untuk Mitra Pengawas Pemilu Lapangan. Padahal, kata dia, kebijakan Mitra PPL sudah disetujui dua bulan lalu baik dari Kementerian Dalam Negeri dan Dewan Perwakilan Rakyat. Alasan yang diajukan Menteri Gamawan adalah dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tak tertulsi ada kata yang mengatur Mitra PPL.
"Alasan ini mengada-ada," kata Muhammad saat ditemui di kantornya pada Jumat, 21 Februari 2014.
MUHAMMAD MUHYIDDIN