TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi, mengatakan impor produk hortikultura tetap diketatkan. "Salah satu caranya dengan syarat realisasi 80 persen dari izin impor yang diberikan," katanya di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin, 24 Februari 2014.
Bachrul mengklaim banyak importir yang mengembalikan izin lantaran tak mampu merealisasikan impor. Namun Bachrul tak menyebut jumlah importir yang mengembalikan izin impor tersebut.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Hortikultura Nasional, Ramdansyah, menyatakan pengetatan impor diperlukan untuk melindungi komoditas lokal. Salah satu contoh dampak buruk impor, Ramdansyah mencontohkan, terjadi pada komoditas apel. Menurut dia serbuan apel asing membuat harga apel Malang, Jawa Timur, anjlok. "Harga apel lokal terpuruk menjadi Rp 2.500 per kilogram di tingkat eceran," katanya. (Lihat: Foto Petani Apel Malang Berunjuk Rasa di Kementerian Perdagangan)
Akibat anjloknya harga, rentetannya meluas sampai pada keengganan pengusaha menanam apel. Sehingga banyak lahan kebun apel beralih fungsi menjadi lahan tebu, hingga properti. "Sekitar 60-70 persen lahan pertanian apel sudah beralih fungsi," ujarnya. (Baca: Pohon Apel Malang Tersisa 1,2 juta Batang)
Ramdansyah meminta Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, memangkas volume impor 37 produk hortikultura yang tidak dikenai preferensi harga, terutama apel. Selain itu, pemerintah diminta menjadikan impor sebagai solusi jangka pendek jika pasokan lokal di bawah permintaan.
Izin impor suatu komoditas, menurut Ramdansyah, seharusnya tidak diberikan bersamaan ketika panen raya produk lokal yang sama. Terhadap importir berkinerja buruk, Ramdansyah berharap Kementerian Perdagangan dapat memberikan sanksi tegas. "Cabut izin impornya," katanya.
MARIA YUNIAR