TEMPO.CO, Surabaya - Pengamat komunikasi politik dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur, Zainal Abidin Achmad, menilai sikap Tri Rismaharini menunjukkan kegamangan antara mundur atau bertahan menjadi Wali Kota Surabaya. "Beliau masih dalam tahap gamang," kata Zainal pada Tempo, Jumat, 28 Februari 2014.
Namun secara politik dan sosial dukungan masyarakat kota, Risma harus bertahan. Sebab, dengan bertahan, Risma menunjukkan bahwa dukungan publik lebih kuat daripada tekanan politik yang dihadapinya.
Zainal mengaku mengenal Risma sejak menjadi tim peneliti sekolah gratis untuk sekolah menengah kejuruan beberapa waktu lalu. Ia memahami sosok Risma yang tahan banting. Tekanan menjadi hal yang biasa bagi Risma. Karena itu, jika Risma bersikap seperti sekarang, artinya ada tekanan luar biasa yang dihadapinya di luar polemik pemilihan Wakil Wali Kota Surabaya. "Polemik wawali itu bagian kecil saja. Ada skenario besar terhadap Risma."
Bahkan, menurut lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga ini, ada pihak-pihak yang berteriak senang ketika Risma menjadi gamang dan bingung. Pihak-pihak itu bisa dari internal partai pengusungnya, PDIP, ataupun dari mereka yang memiliki kans politik ke depan.
Menurut Zainal, publik Kota Surabaya masih sangat membutuhkan Risma. Jadi, sangat disayangkan bila Risma memilih mundur. Pilihan sikap dan gaya komunikasi yang ditunjukkan Risma memang alami, mengingat dia bukan berlatar belakang politik. Bisa jadi karena dia kurang memahami bahwa hal itu berdampak signifikan terhadap penilaian publik.
Komunikasi-komunikasi yang dilakukan Risma, di sisi lain, juga menampilkan kekuatan sosok Risma. Tidak heran jika kemudian partai-partai lain ingin mendekatinya. PDIP yang justru dianggap Zainal menyia-nyiakan Risma. "PDIP dianggap tidak solid. Pihak atau partai lain akan tertawa melihat itu." Sosok Risma terlanjur kuat mengakar dan dicintai masyarakat Surabaya. Menjadi blunder bagi PDIP jika partai ini lantas menyia-nyiakan Risma.
AGITA SUKMA LISTYANTI