TEMPO.CO, Jakarta - Persepsi pelaku pasar yang melihat bahwa pengurangan stimulus bank sentral Amerika Serikat (The Fed) tidak akan berlangsung agresif membuat rupiah masih berada dalam tren penguatan.
Pada transaksi pasar uang hari ini, rupiah kembali mengalami apresiasi 58 poin (0,50 persen) ke level 11.608 per dolar Amerika Serikat (AS).
Baca Juga:
Analis dari PT Monex Investindo Futures, Zulfirman Basir, mengatakan pelaku pasar merespons positif pernyataan Gubernur The Fed, Janet Yellen, yang masih mempertimbangkan data-data ekonomi AS sebelum mengambil keputusan pemangkasan stimulus.
“Belum pulihnya indikator data ketenagakerjaan di AS meyakinkan pelaku pasar bahwa kebijakan pemangkasan stimulus tidak akan berlangsung agresif,” katanya.
Ekspektasi tersebut kemudian mendorong pelaku pasar untuk kembali mengoleksi aset-aset yang lebih berisiko di pasar berkembang. Hal inilah yang mendorong bursa saham global masih berada dalam tren penguatan dalam beberapa hari terakhir.
Sentimen positif dari pernyataan The Fed juga mengurangi kekhawatiran pelaku pasar atas perlambatan ekonomi ketika indeks PMI manufaktur Cina terus mengalami koreksi mendekati level 50,2.
Di sisi lain, menurut Zulfirman, posisi rupiah juga ditopang perbaikan data ekonomi domestik. Surplus neraca perdagangan yang terjadi sejak Desember menambah keyakinan pelaku pasar bahwa ekonomi dalam negeri masih kuat. “Perbaikan data neraca perdagangan juga memicu perbaikan data transaksi berjalan.”
Posisi mata uang Asia bervariasi hingga 16.00 WIB. Won menguat 0,13 persen ke 1.067,6 per dolar AS, dolar Singapura melemah 0,25 persen ke 1,2672 per dolar AS, yuan melemah 0,27 persen ke 6,1451 per dolar AS, dan ringgit menguat 0,07 persen ke 3,2778 per dolar AS.
PDAT | M. AZHAR