TEMPO.CO , Jakarta: Pemerintah dinilai belum maksimal dalam mendorong gerakan massal ibu menyusui. Padahal banyak manfaat besar yang didapat negara bila bayi mendapat ASI secara benar.
Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Mia Sutanto mengungkapkan kemampuan seorang perempuan untuk menyusui adalah aset nasional. Karena itu negara memiliki peran yang besar dalam mendukung gerakan ibu menyusui secara optimal. “Sudah saatnya negara turun tangan sepenuhnya mensukseskan pemberian ASI untuk bayi di Indonesia," kata Mia dalam siaran pers yang diterima Tempo, Jumat, 28 Februari 2014.
Menurut Mia, adalah tugas negara untuk menghargai, melindungi, mendukung dan mempromosikan praktek menyusui dengan kemauan politis dan kekuatan finansial yang sama dengan program-program pembangunan negara seperti pemerataan pendidikan dasar, pengembangan infrastruktur dan pembangunan keterampilan.
AIMI, kata dia, mendorong pemerintah memperhatikan secara sungguh-sungguh pentingnya berinvestasi pada bayi, melahirkan sebuah gerakan yang lebih sistematis dalam rangka mendukung suksesnya pemberian ASI secara optimal, dan memberikan atmosfer yang tepat sehingga setiap ibu di Indonesia bisa menyusui bayinya dengan nyaman dan aman.
“Salah satu cara tepat mendukung ibu untuk menyusui bayinya adalah dengan memperhatikan kondisi gizi ibu menyusui, memberikan informasi yang tepat, hingga memberikan sanksi kepada tenaga medis yang melanggar kode etik,” kata Mia.
Dengan dukungan itu, menurut Mia, pemerintah Indonesia nantinya dapat menghemat biaya kesehatan untuk berbagai penyakit yang bisa dicegah dengan menyusui, meningkatkan kecerdasan generasi penerus bangsa karena otak lebih terstimulasi dengan menyusui, memiliki generasi penerus dengan budi pekerti yang baik karena ia mendapatkan kasih sayang yang lengkap, hingga mengurangi kematian bayi dan balita yang hingga kini masih cukup tinggi, harap Mia.
Badan kesehatan dunia (WHO) merekomendasikan penyusuan yang optimal sebagi salah satu cara paling efektif untuk memastikan kesehatan dan perkembangan anak yang fundamental. Pemberian ASI selama enam bulan pertama bayi, dilanjutkan menyusui selama dua tahun bersama dengan pemberian makanan pendamping yang cukup gizi, akan dapat menyelamatkan hidup dan menghindari biaya kesehatan yang kini kian melambung tinggi.
"Menyusui menurunkan kejadian diare, pneumonia, serta penyakit dan kematian bayi baru lahir. Menyusui juga berperan dalam menurunkan diabetes, kanker dan hipertensi, serta penyakit tidak menular lainnya pada saat anak beranjak dewasa," kata Mia.
Sayangnya, pemberian ASI belum menjadi sebuah gerakan yang massal dan masih jauh dari sukses. Upaya yang dilakukan untuk mendukung para ibu memberikan ASI masih minim promosi, edukasi kepada ibu, dan tenaga kesehatan masih berjalan sporadis dan sebatas dilakukan oleh para relawan. "Dukungan negara juga belum maksimal baik dari sisi kampanye maupun anggaran," kata dia.
AMIRULLAH