TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Amanat Nasional, Chandra Tirta Wijaya, mendukung moratorium iklan kampanye di stasiun televisi. Chandra menyebut alasan pemilik televisi yang menyatakan iklan hanya untuk sosialisasi keberhasilan mengada-ada.
"Mereka punya waktu sosialisasi sejak tahun lalu," kata Chandra, yang juga anggota Komisi Pertahanan dan Penyiaran Dewan Perwakilan Rakyat, di Kompleks Parlemen Senayan, Jumat, 28 Februari 2014.
Dia mengingatkan, moratorium ini hanya berlangsung selama dua pekan. Chandra menjelaskan, selama rentang waktu tersebut, Komisi Pemilihan Umum dan Komisi Penyiaran Indonesia akan merumuskan aturan main mengenai kampanye di televisi. Dia menyatakan kebijakan tersebut tepat.
Selama ini Badan Pengawas Pemilu kesulitan menindak pelaku pelanggaran kampanye di televisi karena tak memiliki perangkat dan dasar hukum. Karena itu, kata Chandra, DPR mendorong pembentukan gugus tugas untuk mengawasi penyalahgunaan frekuensi publik oleh partai.
Sebelumnya, Komisi Penyiaran Indonesia mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika memberi rekomendasi ke pengadilan untuk mencabut izin siaran bagi stasiun televisi yang melanggar aturan iklan kampanye.
Ada beberapa sanksi bagi stasiun TV yang melakukan pelanggaran, yakni penghentian sementara sampai ada perubahan dalam program, pengurangan durasi tayangan, dan yang terberat, pencabutan izin hak siar. "Tapi harus melalui pengadilan," kata Ketua KPI, Judhariksawan, di kantor Badan Pengawas Pemilu, Jakarta, Jumat, 28 Februari 2014.
Ia mencontohkan kasus iklan kampanye yang marak belakangan ini, seperti program Kuis Kebangsaan di RCTI, stasiun televisi milik calon wakil presiden Partai Hanura, Hary Tanoesoedibjo. Menurut dia, tayangan itu mengandung unsur kampanye sehingga harus diberi sanksi berupa penghentian program sementara sampai ada perubahan.
WAYAN AGUS PURNOMO