TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Ruhut Sitompul meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi diberi keleluasaan dalam menjalankan tugasnya. Ia pun tak sepakat apabila KPK dilemahkan melalui revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Kasih keleluasaan kepada KPK. Rekam jejaknya sudah baik," katanya dalam diskusi mengenai Rancangan Undang-Undang KUHAP dan KUHP di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 1 Maret 2014.
Politikus Partai Demokrat itu mengkritik beberapa pasal yang dia anggap melemahkan KPK. Misalnya, penyadapan yang mesti mendapat izin dari hakim. Dia pun memprotes batas penyidikan yang hanya lima hari. Sebab, untuk melakukan penyelidikan, KPK membutuhkan waktu yang lama.
Menurut dia, KPK seharusnya tak dilemahkan karena saat ini menjadi satu-satunya lembaga negara yang diharapkan oleh masyarakat untuk memberantas korupsi. "Rakyat miskin karena koruptor. Rakyat mendukung KPK," ujarnya. Dia menambahkan, tak ada orang yang bebas setelah dijadikan tersangka oleh lembaga antirasuah.
KPK sebelumnya memprotes isi revisi dua undang-undang tersebut. Alasannya, dua calon aturan tersebut bisa melemahkan lembaga antirasuah itu. Ketua KPK Abraham Samad mengatakan lembaganya telah menyatakan keberatan lembaganya melalui surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Dewan Perwakilan Rakyat. "KPK kan sudah berkali-kali memberi masukan melalui surat," ujarnya.
Dalam surat tersebut, KPK mengkritik sejumlah pasal yang berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi, seperti hilangnya hak penyelidikan KPK serta sulitnya proses penyadapan oleh KPK. KPK juga meminta pembahasan kedua RUU ditunda hingga terbentuknya Dewan periode berikutnya, 2014-2019.
NUR ALFIYAH