TEMPO.CO, Bandung - Puluhan buruh menyatroni Gedung Sate memprotes rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Ketenagakerjaan. "Kalau Pemprov memaksakan dalam waktu dekat digolkan, kita tolak," kata Sekretaris DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jawa Barat Sabilah Rosyad di sela aksi itu di Bandung, Selasa, 4 Maret 2014.
Para buruh menilai sejumlah pasal dalam naskah akademis Raperda Ketenagakerjaan itu merugikan buruh. Dua pasal yang dinilai bermasalah itu di antaranya aturan soal magang serta kewajiban bagi buruh yang hendak mogok untuk lapor pada gubernur.
Sabilah mencontohkan pasal tentang magang. Pada pasal itu tertulis, selain untuk pelajar dan mahasiswa, magang juga diperuntukkan pada calon pencari kerja dengan waktu magang hingga tiga tahun. "Ini bisa dijadikan alasan pengusaha untuk membayar upah murah dengan alasan magang," Kata Sabilah.
Menurut Sabilah, buruh sebetulnya setuju dengan aturan soal magang, di antaranya dengan mencantumkan siapa yang berhak magang, termasuk aturan soal upahnya. Namun mereka menolak bila magang juga diberlakukan bagi calon pencari kerja. "Namanya magang, itu untuk orang yang lagi belajar," katanya.
Adapun mengenai pasal tentang mogok, Koordinator FSPMI Jawa Barat Yan Yan mengatakan pasal tersebut terlalu berlebihan. "Mogok itu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam Raperda yang baru ini disebutkan, di mana pun mogok kerja terjadi, izinnya harus langsung ke gubernur," katanya.
Yan mengatakan soal beredarnya naskah akademis Raperda Ketenagakerjaan ini juga membingungkan buruh. "Sebenarnya kita juga masih simpang siur. Tapi karena Raperda ini katanya produk provinsi," katanya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat Hening Widiatmoko mengungkapkan bahwa Rancangan Perda Ketenagakerjaan yang beredar di tangan buruh itu baru berupa naskah akademis. Dia membantah di dalamnya sudah tercantum aturan dalam bentuk pasal demi pasal. "Karena baru tahap kajian publik," katanya kepada Tempo, Selasa, 4 Maret 2014.
Menurut Hening, Rancangan Perda Ketenagakerjaan itu sengaja disusun oleh pemerintah provinsi sebagai aturan pelaksana di daerah sebagai turunan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. "Ada muatan lokal yang akan kami masukkan di Raperda," ujarnya.
Dia membantah pengaturan soal magang nantinya bakal menjadi peluang pengusaha mempekerjakan pekerja murah. Pengusaha yang mempekerjakan karyawan berkedok magang justru merupakan pelanggaran hukum. "Kalau ada pengusaha yang mempekerjakan karyawan dengan kedok magang, laporkan," katanya.
AHMAD FIKRI