TEMPO.CO, Jakarta - Krisis politik di Ukraina ternyata membawa dampak buruk bagi nilai tukar rupiah. Pada penutupan perdagangan di pasar uang, Selasa, 4 Maret 2014, rupiah turun 5 poin (0,04 persen) menjadi 11.597 per dolar Amerika.
Menurut analis dari PT Platon Niaga Berjangka, Lukman Leong, ketidakpastian penyelesaian krisis di Ukraina menyebabkan nilai rupiah bergerak volatil. Menurut Lukman, setelah tentara Rusia ditarik, harga saham-saham berjangka di Amerika Serikat mulai bergerak naik. Hal ini merangsang investor global untuk membeli saham. Akibatnya, minat terhadap mata uang dolar dan investasi safe haven lainnya berkurang. (Baca: Intervensi Ukraina, Amerika Bekukan Ekonomi Rusia).
Baca Juga:
Saat ini Presiden Rusia Vladimir Rutin meminta pasukannya kembali ke markas setelah Menteri Pertahanan Sergei Shoigu melaporkan bahwa latihan militer di perbatasan Ukraina telah berjalan sesuai dengan rencana. Aksi Putin tersebut sedikit meredakan ketegangan yang telah berlangsung selama sepekan. Namun aksi ini belum bisa dikatakan sebagai solusi atas krisis di Ukraina. Lukman mengatakan nilai tukar yen Jepang dan won Korea turut terkoreksi, masing-masing 0,34 persen ke level 101,79 per dolar dan 0,31 persen ke level 1.073,5 per dolar.
Dalam pasar uang, tindakan Putin tersebut membuat laju bursa saham menguat. Indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia naik 17,08 poin (0,37 persen) ke level 4.601,28. Indeks bergerak melemah pada sesi pertama perdagangan, tapi berhasil berbalik arah menjelang penutupan.
Saham Bank Mandiri menjadi penggerak laju indeks hari ini dengan naik 0,3 persen ke Rp 9.125 per lembar saham, disusul Astra Internasional yang menguat 0,4 persen ke Rp 6.825 per lembar. Saham yang diperdagangkan hari ini mencapai 4 miliar lembar saham senilai Rp 5,1 triliun dalam 202 ribu kali transaksi.
MEGEL JEKSON | M AZHAR
Berita Terpopuler
Bunuh Diri Bersama, Sang Ibu Kirim SMS ke Tuhan
Calon Hakim Konstitusi Dikuliahi Pakar Tata Negara
Aksi Danang Sutowijoyo Bunuh Anak Kucing Berujung Polisi