TEMPO.CO , Jakarta: Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Said Didu, mengusulkan agar margin laba PT PLN (Persero) naik menjadi 10 persen. Menurut Said, kenaikan margin laba diperlukan karena nilai utang PLN dalam mata uang asing sangat besar sehingga rawan terkena dampak fluktuasi kurs.
“Seperti yang berlaku di negara-negara lain, margin laba minimal 10 persen,” kata Said kepada Tempo, Rabu 6 Maret 2014.
Seperti diberitakan sebelumnya, PLN mengalami kerugian sebesar Rp 29,6 triliun pada 2013. Angka kerugian tersebut merupakan yang terbesar sepanjang sejarah PLN. Padahal, tahun sebelumnya, perusahaan pelat merah ini membukukan laba Rp 3,2 triliun. (Baca: Rugi Besar, DPR Akan Panggil Bos PLN).
Said mengatakan di masa mendatang PLN masih banyak membutuhkan utang dalam bentuk dolar Amerika Serikat. Utang tersebut untuk mendanai pembangunan pembangkit listrik.
Pengamat energi Kurtubi mengatakan nilai kerugian PLN tahun lalu merupakan yang terbesar sepanjang sejarah perusahaan itu. Badan Pemeriksa Keuangan memang sempat menemukan potensi kerugian PLN Rp 37 triliun. (Baca: Listrik Biarpet, Dahlan Iskan Panggil Bos PLN).
Namun, kata Kurtubi, angka itu bukan dari hasil laporan buku tahunan, melainkan akumulasi kerugian dari inefisiensi dalam beberapa tahun. “Mengacu pada laporan keuangan, angka 2013 adalah yang terbesar bagi PLN,” ujarnya.
Sekretaris Perusahaan PLN, Adi Supriono, membenarkan bahwa angka tersebut termasuk yang terbesar. Menurut dia, PLN pernah mengalami rugi besar saat krisis 1998. “Mungkin dalam nominal termasuk yang terbesar,” katanya. (Baca: Rupiah Melemah, PLN Rugi Rp 29,6 Triliun).
ANANDA PUTRI
Berita Terpopuler
Diusir Mahasiswa Bandung, Prabowo Kecewa Berat
Pelawak Jojon Tutup Usia
Alasan Mahasiswa Usir Prabowo dari Hotel Savoy
Penembak Kucing Dipecat dari Tempatnya Bekerja