TEMPO.CO, Jakarta - Melemahnya data ekspor Cina menjadi sentimen negatif yang melanda bursa regional Asia, termasuk bursa Indonesia.
Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia hari ini terkoreksi tipis 8,64 poin (0,18 persen) ke level 4.677,246. Tekanan jual yang terjadi di bursa Asia membuat indeks gagal untuk kembali menguji level 4.700.
Analis dari PT Universal Broker Indonesia, Alwi Asegaf, mengatakan pelaku pasar kembali mengkhawatirkan potensi perlambatan ekonomi Cina setelah data ekonominya dirilis di bawah ekspektasi. "Momentum negatif itu kemudian dimanfaatkan oleh pelaku pasar untuk merealisasikan keuntungan."
Ekspor Cina bulan Februari 2014 tercatat defisit US$ 22,9 miliar, jauh lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mengalami surplus US$ 31,9 miliar, dan jauh di bawah perkiraan ekonom yang surplus US$ 14,5 miliar. Situasi ini diperburuk oleh data neraca transaksi berjalan Jepang yang kembali mencatat defisit pada Januari.
Menurut Alwi, saham-saham perbankan menjadi sasaran aksi profit taking karena dinilai sudah kemahalan. Reli penguatan yang terjadi pada saham-saham perbankan sejak awal tahun telah mengantarkan IHSG hingga level sekarang. "Karena itu, wajar bila aksi ambil untung terjadi pada saham-saham seperti Bank BRI, Bank Mandiri, atau Bank BCA."
Meski demikian, Alwi meyakini tekanan jual pada saham perbankan tidak akan berlangsung lama. Sebab, belum ada alasan bagi Bank Indonesia untuk kembali menaikkan suku bunga, seiring rupiah yang mulai stabil pada kisaran 11.400 per dolar AS. Sentimen ini juga akan berdampak positif bagi saham-saham yang berkaitan dengan rupiah dan suku bunga, seperti properti dan saham otomotif.
PDAT | M. AZHAR