TEMPO.CO, Pemalang - Pos Pengamatan Gunung Slamet di Desa Gambuhan, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang, dibangun sejak Mei 1985. Di usianya yang hampir 29 tahun, pos pengamatan itu sudah tiga kali merekam sejarah meningkatnya aktivitas gunung tertinggi kedua di Pulau Jawa itu.
Pertama pada Juli 1988. "Saat itu statusnya hanya waspada, setingkat di atas normal," kata Kepala Pos Pengamatan Gambuhan, Sudrajat, kepada Tempo, Selasa malam, 11 Maret 2014. Status waspada gunung berapi setinggi 3.428 meter di atas permukaan laut itu bertahan sekitar sebulan.
Selama itu, letusan asap terjadi rata-rata dua hari sekali. Dari pengamatan visual, tidak tampak lava yang menyembur dari kawahnya. Aktivitas warga yang tinggal di desa-desa wilayah Kecamatan Pulosari, sekitar lima sampai enam kilometer dari puncak gunung, tetap berjalan normal. Tidak satu pun warga diungsikan.
Letusan Gunung Slamet hingga menyemburkan lava baru terpantau pada medio April 2009. "Dari sini tampak menyala merah, menyembur-nyembur," kata Sudrajat. Saat itu, status Gunung Slamet naik sampai siaga, dua tingkat di atas normal. Status siaga itu bertahan hingga tiga bulan. Status Gunung Slamet baru dinyatakan normal pada Juli 2009.
Kendati demikian, juga tidak satu pun warga yang diungsikan. Aktivitas warga sekitar tidak terganggu. "Semburan lava itu hanya di sekitar kawah," Sudrajat. Letusan pertama Gunung Slamet pada 2009 itu masih terekam jelas di ingatan Nurjanah, 48 tahun, warga Dusun Pelem, Desa Gambuhan. (Baca tentang aktivitas gunung berapi di sini)
Baca Juga:
Selanjutnya: Semburan lava 40 hari