TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian Republik Indonesia mengungkap jaringan perdagangan manusia yang dilakukan oleh Yeti dan Tanto. Keduanya mengirim sembilan warga negara Indonesia untuk menjadi tenaga kerja ilegal di Guangzhou, Cina.
Menurut perwira Unit Perdagangan Orang Bareskrim Mabes Polri, Ajun Komisaris Langgeng Utomo, kasus ini terungkap dari tujuh orang yang melarikan diri ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Guangzhou. Tujuh korban itu yakni Susnia, Poniyem, Alsifah, Fitriana Dewi Dulhalim, Surahman, Dede, dan Sela.
"Mereka dieksploitasi saat bekerja dan tidak digaji," kata Utomo di Mabes Polri, Kamis, 20 Maret 2014. Ketujuh korban tersebut, kata Agus, lalu dipulangkan ke Indonesia pada 17 Februari 2014.
Ia mengatakan Susniah, Poniyem, Ningrum, dan Sella direkrut oleh Yeti. Mereka lalu ditampung di Perumahan Grand Prima, Bekasi, Jawa Barat. Lalu mereka dibuatkan paspor dan dokumen di kantor Imigrasi Jakarta Barat. Paspor dibuat dengan memalsukan dokumen-dokumen pendukungnya: kartu tanda penduduk, kartu keluarga, dan akta lahir.
Setelah itu, keempat korban dibuatkan visa kunjungan yang berlaku selama tiga bulan oleh Tanto. "Pada 8 Desember 2012, keempatnya dikirim ke Cina oleh Tanto bekerja sama dengan Yeti," ujar Utomo.
Di sana, ujar dia, ada agen bernama Dong Liu alias Emi, warga negara Cina. (Baca juga: Beberapa Warga Rohingya Menjadi Korban Perdagangan Manusia)
Setelah empat orang itu, Tanto lalu merekrut Alsifah dan Fitriana. Keduanya dibuatkan paspor di kantor Imigrasi Bogor, Jawa Barat. Sama seperti sebelumnya, dokumen penunjang pun dipalsukan. "Dibuatkan juga visa kunjungan 30 hari. Mereka diberangkatkan pada 27 Desember 2012," ujar Utomo.
Adapun Surahman, Dede, dan Dulhalim dikirim ke Guangzhou oleh Yeti. Namun rute pengiriman tiga orang itu berbeda dengan sebelumnya. Mereka dikirim ke Hong Kong terlebih dahulu. "Dibelikan tiket kapal dari Hong Kong ke Shenzhen," ucap Utomo. Ketiganya diperkerjakan di pabrik.
Lantaran tidak digaji, Susnia, Poniyem, Alsifah, Fitriana Dewi Dulhalim, Surahman, Dede, dan Sella melarikan diri ke KJRI. Untuk Sella, perempuan ini dipulangkan lebih awal ke Indonesia. Adapun keberadaan Ningrum, kata Utomo, sampai saat ini belum diketahui.
Yeti dan Tanto ditangkap pada 3 Maret dan 5 Maret 2014 pada tempat yang berbeda. Yeti ditangkap di Perumahan Grand Prima, Bekasi, sedangkan Tanto di Perumahan Budi Indah, Tangerang. Keduanya kini ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Keduanya disangka melanggar Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Undang-Undang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Yeti dan Tanto diancam minimal 3 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara.
SINGGIH SOARES
Terpopuler:
Ketua KPK: Hedonis, Nurhadi Dekat dengan Korupsi
Indonesia Tidak Akui Referendum Crimea
MH370 'Sembunyi' di Balik Pesawat Lain?