TEMPO.CO, Jakarta - Kurs mata uang dolar bergerak melemah terhadap sebagian kurs regional lantaran tingginya kecemasan pelaku pasar atas prospek perekonomian Amerika Serikat (AS). Permintaan dolar yang meningkat akibat rencana bank sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga acuan kembali berkurang setelah data manufaktur AS (Manufacturing PMI) diprediksi mengalami pelemahan.
Ekonom dari PT Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta, mengakui efek positif pernyataan Gubernur The Fed Janet Yellen terhadap dolar akan diuji oleh rilis data manufaktur. Sebab, sebelum kembali melanjutkan mengakumulasi aset-aset berdenominasi dolar, pelaku pasar ingin memastikan terlebih dahulu kinerja perbaikan perekonomian AS. (baca juga: Rupiah Kemungkinan Menguat Tipis)
“Dolar akan konsisten menguat jika surutnya pengaruh buruk cuaca terhadap perekonomian dan perbaikan data manufaktur AS mulai terlihat,” kata Rangga dalam analisis hariannya.
Dilaporkan sebelumnya, konsensus sebagian analis memperkirakan angka flash Manufacturing PMI Amerika pada Maret akan kembali mengalami perlambatan, dari level 57,1 menuju level 56,6. Ekspektasi negatif tersebut akhirnya semakin mengendurkan optimisme prospek perekonomian AS ke depan. (lihat juga:Keputusan The Fed Hempaskan Rupiah)
Imbas dari hal tersebut, hingga pukul 13.00 WIB, adalah mayoritas mata uang regional tampak bergerak menguat terhadap dolar. Nilai tukar rupiah naik 42,2 poin (0,37 persen) ke level Rp 11.382 per dolar AS, disusul oleh rupee yang juga menguat 0,36 persen ke level 60,70 per dolar. Penguatan rupee disinyalir akibat prospek positif terbentuknya pemerintahan baru India.
MEGEL JEKSON (PDAT)
Terpopuler :
2015, Kementerian PU Minta Anggaran Rp 123 Triliun
Dampak Pemilu, Harga BBM Tak Bakal Naik
Baru 40 Persen UKM Manfaatkan Teknologi Informasi
INDEF: Pemilu Alirkan Dana Rp 100 Triliun