TEMPO.CO, Sampang - Penyidik Kejaksaan Negeri Sampang, Jawa Timur, menggeledah rumah Sunarto Wirodo di Desa Tanggumong, Kecamatan Kota, Jumat, 28 Maret 2014. Sunarto adalah tersangka pengemplang dana bedah rumah atau Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) dari Kementerian Perumahan Rakyat di Kecamatan Kedungdung pada 2013 lalu.
"Kami perlu bukti tambahan untuk menguatkan dakwaan, makanya kami lakukan penggeledahan," kata Kepala Seksi Intel Kejari Sampang, Sucipto, Jumat, 28 Maret 2014.
Dalam penggeledahan itu, kata dia, penyidik berhasil menyita uang tunai Rp 20 juta dan seperangkat komputer yang di dalamnya terdapat file penting berkaitan dengan program bedah rumah di Kecamatan Kedungdung. "Ada beberapa dokumen juga yang bisa menguatkan bahwa tersangka melakukan tindak pidana korupsi," ujarnya.
Berbagai dokumen tersebut diambil penyidik untuk dipelajari lebih teliti. Dari dokumen itu tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru dalam kasus tersebut. "Soal pemeriksaan kepala desa, masih kami susun," katanya lagi.
Sebelumnya Deputi Kementerian Perumahan Rakyat Bidang Perumahan Swadaya Jamil Ansari meminta Kejaksaan Negeri Sampang serius menuntaskan kasus penyelewengan aliran dana bedah rumah untuk 500 lebih rumah di Sampang. "Sikat semua yang terlibat," katanya di Sampang, 9 Maret lalu.
Ia berharap pengusutan kasus ini akan memberikan efek jera sehingga bantuan bedah rumah pada tahun ini bisa tepat sasaran sesuai peruntukan. "Jadi untuk ke depan tidak ada lagi yang macam-macam dengan aliran dana tersebut," ujarnya.
Kepala Kejari Sampang Abdullah menyatakan siap mengusut tuntas pemotongan dana BSPS itu. "Pasti kita tuntaskan karena ini sudah menjadi tugas Kejaksaan," katanya.
Abdullah menambahkan bahwa Kejari sendiri akan memeriksa semua kepala desa di Sampang yang desanya mendapatkan bantuan bedah rumah Kemenpera. Dari sini, kata dia, nantinya diketahui desa mana saja yang bantuan BSPS-nya disunat.
Kasus dugaan korupsi bantuan dana bedah rumah Kemenpera ini dibidik Kejaksaan setelah muncul laporan dari warga bahwa nominal bantuan yang diterima tidak sesuai ketentuan. Seharusnya setiap penerima mendapat Rp 7,5 juta, tapi yang tersalur hanya Rp 3 juta. Bantuan ini mudah dimanipulasi karena diberikan dalam bentuk bahan bangunan, bukan uang tunai.
MUSTHOFA BISRI