TEMPO.CO, Jakarta - Profesor Doug Perovic menggeleng-gelengkan kepala membaca berita dan laporan pencarian pesawat Malaysia Airlines MH370 yang raib sejak 8 Maret 2014. Dia tak habis pikir berapa banyak uang yang dihabiskan Malaysia dan pemerintah negara lain hanya untuk melakukan post-mortem. "Ini gila, padahal teknologi untuk melakukan streaming data sudah ada," kata pakar teknik material University of Toronto, Kanada, ini.
Memang, belasan pesawat dan kapal laut dari 30 negara sibuk mencari MH370. Mulai Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Teluk Andaman, hingga saat ini, Senin, 31 Maret 2014, di selatan Samudra Hindia. Tujuan mereka cuma dua, menemukan 239 orang yang ada dalam pesawat dan kotak hitam (black box) yang ada di ekor pesawat Boeing 777-200ER. (Baca: Pencarian MH370 Bakal Bertahun-tahun Lamanya)
Para analis memperkirakan biaya menemukan MH370 sepuluh kali lebih mahal ketimbang pencarian pesawat Air France yang jatuh di Samudra Atlantik pada Juni 2009. Ketika Air France jatuh ke laut, pemerintah Prancis dan Brasil harus mengeluarkan dana sekitar US$ 40 juta atau kurang-lebih Rp 464 miliar untuk menemukan bangkai pesawat dan kotak hitam di Samudra Atlantik. (Baca: Ongkos Cari MH370 Hampir 10 Kali Ongkos Temukan Air France)
Fungsi Kotak Hitam