TEMPO.CO, Yogyakarta - Pelabelan hotel di Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi hotel berkonsep syariah masih rendah. Baru ada dua hotel syariah dari 1.160 hotel di DIY. “Pemilik hotel ragu untuk mengubah menjadi hotel syariah. Takut enggak ada tamunya,” kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Yogyakarta, Istidjab M. Danunegoro, Senin, 31 Maret 2014.
Menurut dia, penyebabnya, spesifikasi khusus untuk hotel syariah, yakni harus membangun nuansa islami di lingkungan hotel, antara lain kumandang azan saban memasuki waktu salat, kolam renang yang terpisah untuk laki-laki dan perempuan, dan larangan sekamar bagi tamu berbeda jenis kelamin.
“Kalau berlainan jenis harus menunjukkan kartu tanda penduduk atau buku nikah yang menunjukkan mereka suami-istri,” kata Istidjab. Hotel syariah juga dilarang menjual minuman keras dan makanan yang tidak halal.
Tujuannya, keberadaan hotel syariah bisa mengurangi citra hotel selama ini sebagai tempat maksiat. “Istri-istri menjadi tidak khawatir ketika suaminya tugas luar kota dan menginap di hotel syariah,” kata Istidjab.
Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah DIY Herry Zudianto menjelaskan, perkembangan konsep syariah menjamah sektor riil seperti usaha perhotelan. Dengan demikian, tak menutup kemungkinan bentuk usaha lain juga menggunakan konsep syariah, misalnya kontraktor syariah. “Tapi jangan asal syariah. Harus ada rumusannya. Hotel syariah seperti apa. Jangan latah,” kata Herry, Sabtu, 28 Maret 2014.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah memberikan edukasi kepada masyarakat tentang konsep syariah. Sebabnya, konsep itu banyak menggunakan istilah berbahasa Arab yang tidak dimengerti masyarakat awam. “Ngapalke bahasa Arab, kan angel,” kata Herry.
PITO AGUSTIN RUDIANA
Terpopuler:
Kecewa Jokowi, Pro-Mega Boikot Kampanye PDIP
Putri Pilot MH370: Dia Tidak seperti Ayah Saya
Agnes Monica Artis Terpopuler di MTV