TEMPO.CO, Perth - Malaysia Airlines Flight 370 mengucapkan selamat malam sebelum menghilang pada 8 Maret lalu. Diduga pesawat jatuh di Samudra Hindia bagian selatan.
Upaya pencarian terus dilakukan, baik di permukaan maupun di kedalaman lautan. Di dalam samudra, teknologi tinggi tampaknya satu-satunya cara untuk melacak di mana pesawat itu berada. Samudra Hindia diketahui merupakan wilayah yang, selain lebih dalam dibanding bagian laut lainnya, juga memiliki arus kuat yang berputar dan cuaca yang berbahaya. Melihat kondisi ini, tampaknya pencarian hanya mungkin dengan mengandalkan peralatan mutakhir.
Ada tiga alat canggih yang dioperasikan, yaitu:
TPL (Towed Pinger Locator)
Salah satu perangkat yang paling membantu untuk menemukan benda hilang adalah apa yang dikenal sebaga pencari pinger, yakni pencari "suara" yang ditransmisikan dari perekam data penerbangan dan perekam suara kokpit.
"Pikirkan dering ponsel Anda. Jika Anda kehilangan ponsel, Anda bisa memanggilnya dan Anda mendengar dering telepon Anda sehingga mempersempit pencarian Anda," kata manajer Phoenix International, Paul Nelson. Phoenix International, sebuah perusahaan asal Amerika Serikat, memiliki TPL-25 yang mampu menyelam hingga 6.000 meter di bawah permukaan laut selama berjam-jam pada suatu waktu.
Angkatan Laut AS telah mengirim TPL dalam pencarian MH370. TPL bergerak pada 1-5 knot. Namun, ada keterbatasannya juga. Umur baterai ping pada alat yang menyimpan data penerbangan hanya 30 sampai 45 hari dan dapat tak terbaca karena faktor gangguan cuaca, kebisingan, atau lumpur.
Pada 2009, Phoenix TPL-25 berkolaborasi dengan teknologi dari Woods Hole Oceanographic Institute berhasil menemukan kotak hitam Air France Flight 447 yang jatuh ratusan mil di lepas pantai Brasil. Baru dua tahun kemudian perekam data penerbangan dan sebagian besar reruntuhan pesawat berhasil ditemukan dengan bantuan alat ini.
AUV (Autonomous Underwater Vehicles)
AUVs biasanya digunakan dalam industri minyak dan gas untuk melakukan survei ladang minyak di laut dalam. AUV dapat mempersempit area pencarian lokasi kecelakaan dengan pemetaan dasar laut.
Phoenix International telah menerbangkan salah satu AUV mereka yang paling canggih ke Perth, Australia, untuk membantu mencari MH370. Perangkat ini memiliki panjang 17,2 meter dan berat 726 kg, bisa bergerak dengan kecepatan 2 sampai 4,5 knot.
AUV tak berawak sehingga mereka dapat diprogram seperti robot dan menggunakan pola gaya grid untuk membuat gambar dari laut dalam. Sensor sekitar tubuh perangkat membantu menghindari rintangan yang akan membahayakannya.
AUV memainkan peran penting dalam menemukan Air France, pesawat pribadi yang ditumpangi perancang busana Italia Vittorio Missoni yang jatuh di lepas pantai Venezuela, dan juga HMS Ark Royal, sebuah kapal selam yang tenggelam selama Perang Dunia II.
ROV (Remotely Operating Vehicle)
Selain membutuhkan 'mata' untuk mencari reruntuhan, peneliti juga memerlukan 'tangan' untuk bergerak di reruntuhan. Inilah guna Remotely Operating Vehicle (ROV). Di masa lalu, alat ini diopreasikan untuk mengambil potongan-potongan dari kapal Titanic.
ROV yang ditambatkan ke sebuah kapal dioperasikan menggunakan pengendali jarak jauh hingga ribuan meter ke dasar laut dengan kabel. Alat ini digerakkan oleh "pilot" yang duduk di ruang kendali.
CNN | TRIP B