TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat kebijakan-kebijakan ekonomi dari Perkumpulan Prakarsa, Wiko Saputra, menyebut anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tidak akan bisa menutup kebutuhan infrastruktur di Indonesia. "Menurut penelitian saya, jika murni dengan APBN, Indonesia butuh 100 tahun untuk menyelesaikan infrastruktur," ucapnya saat dihubungi Tempo, Senin, 7 April 2014.
Ia menjelaskan, kebutuhan infrastruktur Indonesia berdasarkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) mencapai Rp 4.012 triliun. Oleh karena itu, Wiko melanjutkan, dengan alokasi hanya 4-5 persen per tahun dari APBN, akan dibutuhkan 100 tahun untuk menyelesaikan pembangunan infrastruktur.
"Saya berharap 60 persen infrastruktur itu lewat kerja sama pemerintah dan swasta (KPS) atau public private partnership (PPP)," kata Wiko.
Yang menjadi persoalan saat ini, ia melanjutkan, payung hukum kerja sama dengan skema ini tidak jelas. Dengan demikian, swasta kesulitan masuk ke proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. Wiko menyebut sejauh ini baru badan usaha milik negara (BUMN) yang intensif masuk.
"Swasta murni masih lihat-lihat dulu," ucap Wiko. Ia mengatakan diperlukan kejelasan payung hukum, antara lain untuk pembebasan lahan dan skema konsesi. Menurut dia, proyek monorel di Jakarta menjadi kasus yang membuat swasta takut berinvestasi.
Baca Juga:
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa saat ini 38 persen pembangunan infrastruktur masih terkonsentrasi di Jawa. Adapun Sumatra menerima porsi 20 persen. Wiko menuturkan, alokasi terbesar pemerintah dalam pembangunan infrastruktur adalah untuk pelabuhan dan rel kereta api.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Evert Erenst Mangindaan menyatakan alokasi anggaran untuk kementeriannya tahun ini masih di bawah kebutuhan. "Kalau bicara kebutuhan, itu kalau tidak salah Rp 64 triliun tahun itu," kata dia.
Dalam APBN 2014, Kementerian Perhubungan menerima alokasi Rp 31,5 triliun. Untuk mensiasati selisih antara kebutuhan dana dan anggaran yang dikucurkan negara, Kementerian Perhubungan bekerja sama dengan swasta dan BUMN.
"Seperti PT Angkasa Pura II, dia ikut membiayai Bandara Kualanamu, Sumatera Utara," ujar Mangindaan. Demikian pula dengan Bandara Sepinggan yang dikelola PT Angkasa Pura I.
MARIA YUNIAR
Berita lain:
Dosa Masa Lalu Ical Dianggap Tak Terampuni
Siapa Capres yang Paling Berhasil Brandingnya?
SBY Akan Paksa Lapindo Bayar Korban Lumpur
Zona Pencarian MH370 Pindah Lokasi
Akan Divonis, Emir Moeis Mengaku Masih Sakit