TEMPO.CO, Kediri - Sejumlah perempuan dan aktivis yang tergabung dalam Paguyuban Peduli Perempuan Kota Kediri (P3KK) memperingati Hari Kartini dengan unjuk rasa. "Perempuan masih menjadi objek kekerasan dan pelecehan," kata Ketua P3KK Sri Rambat Widodo yang menjadi koordinator aksi, Senin, 21 April 2014.
Dengan membentangkan poster di pinggir jalan alun-alun Kota Kediri, para aktivis yang berjumlah sekitar 50 orang ini berorasi mengecam pemerintah. Negara dianggap tak bisa melindungi perempuan dan anak dengan tingginya kekerasan dan tindak seksual terhadap mereka. Mereka memprotes tidak adanya perlindungan terhadap perempuan dan anak dalam masyarakat hingga kerap menjadi korban kekerasan dan seksual.
Momentum peringatan Hari Kartini ini justru diperingati sebagai kesedihan bagi para perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan. Ancaman ini mendera setiap saat mulai dari lingkungan rumah, sekolah, kantor, dan tempat-tempat umum. Dan celakanya tak ada upaya pemulihan psikologis kepada mereka ketika menjalani proses hukum. Padahal trauma bisa berdampak seumur hidup.
Juru bicara Rumah Sakit (RS) Baptis Kediri, Dyah Eruwati, yang turut dalam aksi mengatakan sampai sekarang hanya rumah sakitnya yang menyediakan pendampingan rehabilitasi korban pelecehan seksual di Kediri. RS Baptis memiliki 14 tenaga medis yang memberikan layanan gratis pemulihan mental korban. Padahal seharusnya lembaga Crisis Centre ini menjadi wewenang rumah sakit pemerintah. Sejak didirikan satu tahun lalu, lembaga Crisis Centre RS Baptis sudah menangani 30 kasus korban kekerasan dan pelecehan seksual.
Para korban ini rata-rata limpahan dari kepolisian yang menangani kasus mereka. Dari 30 kasus itu sebagian besar adalah anak-anak yang menjadi korban pelecehan orang sekitar, seperti ayah maupun tetangganya sendiri. "Pemulihan kejiwaan anak-anak ini sangat dibutuhkan korban," kata Dyah.
Dyah mengatakan butuh keberanian besar dari korban untuk melaporkan pelecehan yang dialami. Selain malu, perbuatan itu juga dilakukan orang dekat. Pelecehan ini tak selalu berupa hubungan seksual, melainkan tindakan lain, seperti permintaan masturbasi oleh pria dewasa kepada anak kecil, menggerayangi tubuh korban kepada anak perempuan, dan hal lain yang melanggar norma susila.
HARI TRI WASONO
Terpopuler:
Dukungan Pencopotan Suryadarma Meluas di Daerah
Kantongi 23 Ribu Suara, Arzeti Sujud Syukur
Siswi MTs Disekap Empat Hari dan Diperkosa